Pembentukan Kata-kata Bahasa
Indonesia
Ada banyak
ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk
dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara
pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa
konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini. Untuk
mempersingkat dan memperjelas pembahasannya, kami menggunakan kata-kata
yang tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk menjelaskan kata-kata tersebut
sebanyak mungkin. Kami tidak membahas tentang infiks (sisipan yang jarang
digunakan), reduplikasi dan kata-kata majemuk yang berafiks.
Definisi
Istilah
kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum
memiliki imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan
bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di
sini.
afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf
tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan
membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri
dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk
prefiks, sufiks dan konfiks.
prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata
dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata
dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan
(bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks
melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.
kata turunan
(kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari
kata dasar yang mendapat imbuhan.
keluarga kata
dasar = kelompok kata turunan yang semuanya
berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.
Afiks Bahasa
Indonesia yang Umum
prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-,
pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya
konfiks: ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an,
pem - an, per - an, se - nya
Penggunaan
Afiks
Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks
merupakan kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks
Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan
majalah Indonesia berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat
mengerti makna sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar
itu dengan menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks.
Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita dapat
menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan
jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami menggunakan kaidah pengklasifikasian
kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua - 1991) yang disusun dan diterbitkan
oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di bawah adalah untuk menguraikan hasil
penambahan afiks (imbuhan) kepada kata dasar, bukan untuk menjelaskan bilamana
afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak diuraikan tentang asal kata dasar
(etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan di bawah ini lebih berhubungan
dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat - siapa yang melakukan aksi itu,
hasil perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan apakah tindakan itu merupakan
fokus utama dalam kalimat atau bukan.
Frekuensi
Penggunaan Afiks
Dalam kamus ini terdapat 38.308 entri (tidak termasuk singkatan, akronim dan
entri kata majemuk) dimana 22.022 berafiks dan 16.286 tidak berafiks. Menurut
persentase, 57% berafiks dan 43% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 9 entri
dalam kamus ini, 5 kata berafiks dan 4 kata lainnya tidak.
Pada tahun 1998, secara tidak formal, kami menganalisis 10.000 kata Bahasa
Indonesia dari terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata tersebut,
terdapat 2.887 atau kira-kira 29% kata berafiks dan 7.113 atau 71% tidak.
Dengan kata lain, untuk tiap 100 kata di surat kabar atau majalah, Anda mungkin
dapat menemukan 29 kata yang berafiks dan 71 kata tidak berafiks. Tingkat
penggunaan masing-masing afiks diuraikan di bawah ini.
Aplikasi Afiks
ber- : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja)
yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga
dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini
lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama
prefiks "ber-" adalah untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat
merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak
verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang sama dengan bentuk
adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis
dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
me-, meng-,
menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari
prefiks ini membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana
fokus utama dalam kalimat adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu.
Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan,
melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling umum digunakan dan
sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
salah satu dari prefiks ini.
di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat
dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" menunjukkan tindakan
aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif, di mana
tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan
pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki prefiks ini.
pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang
atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga
bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut
pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata
yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata
dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki prefiks ini.
ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua
kemungkinan.
(1) Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan
adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau
superlatif. (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)
(2) Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya
menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang
telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan
spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak
disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak
mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat adalah kondisi
resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau
bagaimana kondisi resultan itu tercapai.
se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa
jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi
tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki prefiks ini. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah
sebagai berikut:
1. untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a”
atau “the” dalam Bahasa Inggris)
2. untuk menyatakan seluruh atau segenap
3. untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan
4. untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan
sesuatu yang berhubungan dengan waktu
-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda
yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan
tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34
kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang
menunjukkan perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini
sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau obyek tak
langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari
perbuatan tersebut . Sufiks ini pun menunjukkan di mana dan
kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang
tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
-kan:
menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab,
proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk
memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalam kalimat. Sekitar satu dari
tiap 20 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
-kah :
menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan
sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam
kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.
-lah : sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda
dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering
digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau
menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang tertulis dalam
Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan
sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki
konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:
1. membentuk nomina yang menyatakan hasil
perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang
berhubungan dengan kata dasar
2. membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat
atau asal
3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan
berlebihan
4. membentuk verba yang menyatakan kejadian
yang kebetulan
.
pe-an, peng-an, peny-an, pem-an :
penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu
nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh
verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa
Indonesia memiliki konfiks ini.
per-an : menambah
konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu
perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering
menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil
perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan
menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau
spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia
memiliki konfiks ini.
se - nya : Konfiks
ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar
ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang
dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya =
setinggi mungkin).
-nya : Ada penggunaan “-nya”
sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan
konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh:
biasanya = usually; rupanya = apparently
-nya, -ku, -mu:
satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan
sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai
kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang
mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya,
“bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai
kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi
untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya”
berfungsi sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun
penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar
satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini.
Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis
kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak
resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan majalah
berita
Pedoman ejaan dan penulisan kata
Penulisan kata
Berikut
adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata.
1.
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar,
dikelola [1].
2. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau
akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk
tangan, garis bawahi
3. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung
boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
4. Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
5. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital,
diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan
tanda hubung, baik yang berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu), jamak
(anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah beraturan (centang-perenang,
sayur mayur).
4.
Gabungan kata atau kata majemuk
1. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah.
Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota,
sepak bola.
2. Gabungan kata,
termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat
ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian. Contoh:
alat pandang-dengar, anak-istri saya.
3. Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis
serangkai. Lihat bagian Gabungan
kata yang ditulis serangkai.
5. Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya)
ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil, bukumu,
miliknya.
6. Kata depan atau preposisi (di [1],
ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepada,
daripada, keluar, kemari, dll. Contoh: di dalam, ke
tengah, dari Surabaya.
7. Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang
harimau marah kepada si kancil.
8.
Partikel
1.
Partikel -lah,
-kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah,
siapakah, apatah.
2. Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang
lazim dianggap padu seperti adapun, bagaimanapun, dll. Contoh:
apa pun, satu kali pun.
3. Partikel per-
yang berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis
terpisah. Contoh: per 1 April, per helai.
9. Singkatan dan akronim. Lihat Wikipedia:Pedoman
penulisan singkatan dan akronim.
10. Angka dan bilangan. Lihat Wikipedia:Pedoman
penulisan tanggal dan angka.
Kata turunan
Secara umum, pembentukan kata
turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di
bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk
melengkapi aturan tersebut.
Jenis imbuhan
Jenis imbuhan dalam bahasa
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu
awalan atau akhiran.
1.
Awalan: me-,
ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
2.
Akhiran: -kan,
-an, -i, -lah, dan -nya
2.
Imbuhan
gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
1.
ber-an dan ber-i
2.
di-kan dan di-i
3.
diper-kan dan diper-i
4.
ke-an dan ke-i
5.
me-kan dan me-i
6.
memper-kan dan memper-i
7.
pe-an dan pe-i
8.
per-an dan per-i
9.
se-nya
10.
ter-kan dan ter-i
3.
Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu
(serapan asing).
2.
Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.
Awalan me-
Pembentukan dengan awalan me-
memiliki aturan sebagai berikut:
1.
tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n,
q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me- + makan →
memakan.
2.
me- → mem-, jika huruf pertama
kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca → membaca,
me- + pukul → memukul*, me- + vonis → memvonis, me-
+ fasilitas + i → memfasilitasi.
3.
me- → men-, jika huruf pertama
kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang → mendatang,
me- + tiup → meniup*.
4.
me- → meng-, jika huruf pertama
kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- + kikis → mengikis*,
me- + gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
5.
me- → menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me-
+ bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik
→ mengeklik.
6.
me- → meny-, jika huruf pertama
adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
Huruf
dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
1.
Dilebur jika
huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu
→ menyapu, me- + kira → mengira.
2.
Tidak dilebur
jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me-
+ klarifikasi → mengklarifikasi.
3.
Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing
yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi → mengkonversi.
Aturan khusus
Ada
beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
1.
ber- + kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
2.
ber- + ajar → belajar (huruf r digantikan l)
Konsensus penggunaan kata
Tiongkok dan tionghoa
Cina adalah bentuk dan penggunaan baku menurut KBBI. Ada himbauan untuk menghindari kata ini atas pertimbangan kesensitifan
penafsiran. Sebagai alternatifnya diusulkan menggunakan kata "China".
Ini sebuah argumen yang tidak bisa didiskripsikan dan dijelaskan secara ilmiah bahasa, apalagi bunyi ujaran "China" - "Cina" adalah
hampir sama (China dibaca dengan ejaan Inggris). Padanan untuk kata Cina
yaitu Tiongkok (negara), Tionghoa (bahasa dan orang).
Mayat dan mati
- mati: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata wafat, meninggal, gugur, atau tewas (tergantung konteks).
- mayat: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata jasad atau jenazah.
Pranala ke situs luar
Sebisa
mungkin hindari penggunaan kalimat seperti "Untuk informasi lebih
lanjut, silakan mengunjungi situs ini." pada artikel yang belum
lengkap. Sebaiknya pranala ke situs tersebut dimasukkan ke bagian Pranala
luar dan menambahkan Templat:Stub dengan mengetik:
{{stub}}
atau
{{rintisan}}
Penggunaan "di mana" sebagai penghubung dua klausa
Untuk
menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia TIDAK mengenal bentuk "di
mana" (padanan dalam bahasa Inggris adalah "who",
"whom", "which", atau "where") atau variasinya
("dalam mana", dengan mana", dan sebagainya). Penggunaan
"di mana" sebagai kata penghubung sangat sering terjadi pada
penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa ke bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata
"yang" sebagai kata penghubung untuk kepentingan itu dan
penggunaannya pun terbatas. Dengan demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK "DI
MANA", apalagi "dimana", termasuk dalam penulisan keterangan
rumus matematika. Sebenarnya selalu dapat dicari struktur yang sesuai dengan
kaidah tata bahasa Indonesia.
Contoh-contoh:
(1) Dari artikel Kantin: ... kantine adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat makan ... .
(1) Dari artikel Kantin: ... kantine adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat makan ... .
·
Usul perbaikan: ... kantine adalah sebuah ruangan di dalam
sebuah gedung umum yang dapat digunakan (oleh) pengunjungnya untuk makan
... .
F = gaya (newton)
L
= panjang m).[sic]
·
Usul perbaikan: Apabila F = gaya (newton) dan L =
panjang (m), tegangan permukaan S dapat ditulis sebagai S = F / L.
Di
sini tampak bahwa "apabila" menggantikan posisi "di mana"
(ditulis di kalimat asli sebagai "dimana").
(3) Dari kalimat bahasa Inggris:
Land which is to be planted only with rice ... .
·
Usul
terjemahan: Lahan yang akan ditanami
padi saja ... .
Contoh-contoh
lain silakan ditambahkan.
Kata penghubung "sedangkan"
Kesalahan
penggunaan kata penghubung yang juga sering kali terjadi adalah yang melibatkan
kata "sedangkan". "Sedangkan" adalah kata penghubung dua
klausa berderajat sama, sama seperti "dan", "atau", serta
"sementara". Dengan demikian secara tata bahasa ia TIDAK PERNAH bisa
mengawali suatu kalimat (tentu saja lain halnya dalam susastra!). Namun justru
di sini sering terjadi kesalahan dalam penggunaannya. "Sedangkan"
digunakan untuk mengawali kalimat, padahal untuk posisi itu dapat dipakai kata
"sementara itu".
"Sebelumnya disebutkan, dalam
pilgub Banten kali ini, 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih
tetap). Sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."
Usulan perbaikan 1:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub
Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih
tetap) sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."
Usulan perbaikan 2:
"Sebelumnya disebutkan, dalam
pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar
pemilih tetap). Sementara itu, jumlah total TPS se-Banten ada
12.849."
Gabungan kata yang ditulis serangkai
1.
acapkali
2.
adakalanya
3.
akhirulkalam
4.
alhamdulillah
5.
astagfirullah
6.
bagaimana
7.
barangkali
8.
bilamana
9.
bismillah
10.
beasiswa
11.
belasungkawa
12.
bumiputra
13.
daripada
14.
darmabakti
15.
darmasiswa
16.
dukacita
17.
halalbihalal
18.
hulubalang
19.
kacamata
20.
kasatmata
21.
kepada
22.
keratabasa
23.
kilometer
24.
manakala
25.
manasuka
26.
mangkubumi
27.
matahari
28.
olahraga
29.
padahal
30.
paramasastra
31.
peribahasa
32.
puspawarna
33.
radioaktif
34.
sastramarga
35.
saputangan
36.
saripati
37.
sebagaimana
38.
sediakala
39.
segitiga
40.
sekalipun
41.
silaturahmi
42.
sukacita
43.
sukarela
44.
sukaria
45.
syahbandar
46.
titimangsa
47.
wasalam
Kata yang sering salah dieja
Daftar
ini disusun menurut urutan abjad. Kata pertama adalah kata baku
menurut KBBI (kecuali ada keterangan lain) dan dianjurkan digunakan, sedangkan
kata-kata selanjutnya adalah variasi ejaan lain yang kadang-kadang juga
digunakan.
1.
aktif, aktip
2.
aktivitas, aktifitas
3.
alquran, al-Qur'an, Al-Qur'an, al Qur'an, Al Qur'an (maupun
tanpa ['])
4.
analisis, analisa
5.
Anda, anda
6.
apotek, apotik (ingat: apoteker, bukan apotiker)
7.
asas, azas
8.
atlet, atlit (ingat: atletik, bukan atlitik)
9.
bus, bis
10.
besok, esok
11.
diagnosis, diagnosa
13.
ekstrem, ekstrim
14.
embus, hembus
15.
Februari, Pebruari
16.
frekuensi, frekwensi
17.
foto, photo
18.
gladi, geladi
19.
hierarki, hirarki
20.
hipnosis (nomina), menghipnosis
(verba), hipnotis (adjektiva)
21.
ibu kota, ibukota
22.
ijazah, ijasah
23.
imbau, himbau
24.
indera, indra
25.
indragiri, inderagiri
26.
istri, isteri
27.
izin, ijin
28.
jadwal, jadual
29.
jenderal, jendral
30.
Jumat, Jum'at
31.
kacamata, kaca mata
32.
kanker, kangker
33.
karier, karir
34.
Katolik, Katholik
35.
kendaraan, kenderaan
37.
komplet, komplit
38.
konkret, konkrit, kongkrit
39.
kosa kata, kosakata
42.
kuitansi, kwitansi
44.
lokakarya, loka karya
45.
maaf, ma'af
46.
makhluk, mahluk, mahkluk (salah satu yang
paling sering salah)
47.
mazhab, mahzab
48.
metode, metoda
49.
mungkir, pungkir (Ingat!)
50.
nakhoda, nahkoda, nakoda
51.
napas, nafas
52.
narasumber, nara sumber (berlaku juga untuk kata belakang lain)
53.
nasihat, nasehat
54.
negatif, negatip (juga kata-kata lainnya yang serupa)
55.
November, Nopember
56.
objek, obyek
57.
objektif, obyektif/p
58.
olahraga, olah raga
59.
orang tua, orangtua
60.
paham, faham
61.
persen, prosen
62.
pelepasan, penglepasan
63.
penglihatan, pelihatan; pengecualian
64.
permukiman, pemukiman
65.
perumahan, pengrumahan; baik untuk arti housing maupun PHK
66.
pikir, fikir
68.
praktik, praktek (Ingat: praktikum, bukan
praktekum)
69.
provinsi, propinsi
70.
putra, putera
71.
putri, puteri
72.
realitas, realita
73.
risiko, resiko
74.
saksama, seksama (Ingat!)
75.
samudra, samudera
76.
sangsi (=ragu-ragu), sanksi (=konsekuensi atas perilaku
yang tidak benar, salah)
77.
saraf, syaraf
78.
sarat (=penuh), syarat (=kondisi yang harus dipenuhi)
79.
sekretaris, sekertaris
81.
segitiga, segi tiga
82.
selebritas, selebriti
83.
sepak bola, sepakbola
84.
silakan, silahkan (Ingat!)
85.
sintesis, sintesa
86.
sistem, sistim
87.
surga, sorga, syurga
88.
subjek, subyek
89.
subjektif, subyektif/p
90.
Sumatra, Sumatera
91.
standar, standard
93.
tanda tangan, tandatangan
94.
tahta, takhta
95.
teknik, tehnik
96.
telepon, tel(f/p)on, telefon, tilpon
97.
teoretis, teoritis (diserap dari:
theoretical)
98.
terampil, trampil
99.
ubah (=mengganti), rubah (=serigala) --
sepertinya kedua-duanya berlaku
100.
utang, hutang (Ingat: piutang, bukan pihutang)
101.
walikota, wali kota
102.
Yogyakarta, Jogjakarta
103.
zaman, jaman
Pembentukan kata
Pengetahuan
mengenai proses pembentukan kata atau lema sangat berguna untuk membentuk istilah baru bahasa Indonesia sebagai
terjemahan dari bahasa asing, atau paling tidak untuk memahami bagaimana suatu
padanan kata bahasa Indonesia dibentuk dari bahasa asalnya.
Proses
pembuatan kata bentukan yang memiliki makna baru dari kata dasar dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu
1.
afiksasi atau
pengimbuhan – misalnya berdamai,
3.
komposisi atau
pemajemukan, misalnya garam dapur, roda gila.
Pembentukan
kata dapat juga dilakukan dengan kombinasi ketiga cara tersebut.
Afiksasi
Afiks atau imbuhan adalah morfem atau bentuk terikat yang
digunakan untuk membentuk neologisme. Biasa dikelompokkan menurut posisi penempatannya terhadap kata dasar,
jenis imbuhan yang paling sering digunakan dalam bahasa Indonesia adalah:
1.
prefiks
(awalan, misalnya me-, ber-, nara-),
2.
sufiks
(akhiran, misalnya -an, -wan),
Contohnya
istilah nirkabel sebagai padanan wireless dari bahasa Inggris
yang terdiri dari kata dasar wire (kabel) dan sufiks -less.
Sufiks -less dalam bahasa Inggris bisa berarti tidak, tanpa, atau
kurang. Afiks yang memiliki makna serupa dalam bahasa Indonesia sebenarnya ada
beberapa, seperti awa-, dur-, nir-, dan tuna-.
Kenapa akhirnya dipilih nir-, mungkin karena lebih enak terdengarnya
dan bukan berarti bahwa semua sufiks -less pasti dialihbahasakan
menjadi nir-.
Reduplikasi
Reduplikasi adalah
fenomena linguistik berupa pengulangan suatu kata atau unsur kata (fonem, morfem) membentuk lema baru yang dapat
mengubah makna dasar. Dalam bahasa Indonesia, reduplikasi sering dilakukan
dengan menambahkan tanda hubung (-).
Komposisi
Banyak
sekali lema yang dibentuk melalui proses pemajemukan dalam bahasa Indonesia,
contohnya rumah sakit, terima kasih, dll.
Yang
menarik adalah, meskipun EYD telah mengatur dengan cukup jelas tata cara penulisan gabungan kata, masih
banyak ditemukan kesalahan yang dilakukan pengguna bahasa Indonesia dalam
menuliskan kata majemuk. Prinsip ringkas penulisan kata gabungan adalah:
1.
Ditulis terpisah antar unsurnya. Contoh darah
daging.
2.
Boleh diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian
dan menghindari salah pengertian. Contoh orang-tua muda.
3.
Ditulis terpisah jika hanya diberi awalan atau
akhiran. Contoh: berterima kasih.
4.
Ditulis
serangkai jika sekaligus diberi awalan dan akhiran. Contoh: menyebarluaskan.
5.
Ditulis serangkai untuk beberapa lema yang telah
ditentukan. Contohnya manakala, kilometer. Daftar lengkap
bisa dilihat di pedoman
EYD.
PEMBENTUKAN KATA DENGAN UNSUR LAIN (I)
Dalam perkembangan bahasa Indonesia dapat dicatat dua hal yang terkait masalah pembentukan kata. Kedua hal tersebut ialah:
Pertama, digunakannya sejumlah kata asli Indonesia sebagai sarana pembentukan kata baru. Misalnya kata-kata: alih, aneka, antar, anti, baku, maha, salah, serba, tata.
Kedua, digunakannya sejumlah imbuhan dari bahasa asing dalam pembentukan kata baru. Misalnya kata-kata: eks, ekstra, intra, ko, kontra, non, panca, pasca, pro, pra, purna,super, semi, man, wan, wati.
1.alih
Pembentukan kata baru dengan kata alih memberi makna “memindahkan (transfer)” atau “mengubah”. Penulisannya dipisahkan dari kata berikutnya.
alih bahasa = penerjemahan alih generasi = regenerasi
alih teknologi = transfer teknologi, alih tugas = pindah jabatan
2. aneka
Pembentukan kata baru dengan aneka memberi makna “berbagai macam”. Penulisannya dipisahkan dari kata berikutnya.
aneka ria = berbagai kegembiraan
aneka warna = bermacam-macam warna
aneka pertunjukan = berbagai pertunjukan
aneka ragam = berbagai jenis
3. antar
Pembentukan kata baru dengan kata antar memberi makna “di antara lebih dari dua hal”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
antarbangsa = antara beberapa bangsa
antarpulau = antara pulau
antarkota = antara kota yang satu dengan yang lain
antarras = antara ras yang satu dengan yang lain
4. anti
Pembentukan kata baru dengan kata anti memberi makna “tidak setuju”, ”lawan” atau “musuh”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
antibiotik = obat untuk menghambat atau menghancurkan bakteri
antipeluru = tahan tembakan dengan peluru
antihamil = pencegah kehamilan
antitank = bersifat dapat melumpuhkan tank
5. baku
Pembentukan kata baru dengan kata baku memberi makna “saling” atau “berbalasan” (resiprokal). Penulisanya disatukan dengan kata berikutnya.
bakuhantam = saling menghantam (berkelahi)
bakutembak = saling menembak
bakupeluk = saling memeluk
bakucium = saling mencium
6. maha
Pembentukan kata baru dengan kata maha memberi makna “sangat” atau “besar”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
mahabintang = orang yang terkenal karena prestasinya (dalam olahraga dll) mahakarya = karya besar, karya gemilang
mahasiswa = orang yang belajar pada perguruan tinggi
mahatahu = teramat tahu
Catatan : Apabila kata itu digunakan untuk Tuhan, harus ditulis dengan huruf besar. Contoh: (Tuhan Yang) Mahatahu, Mahasuci, Mahakuasa. Namun untuk kata esa = tunggal), ditulis terpisah, yaitu (Tuhan Yang ) Maha Esa = amat tunggal.
7. salah
Pembentukan kata baru dengan kata salah memberi makna “keliru”, “tidak benar” atau “kurang tepat”. Penulisannya dipisahkan dari kata berikutnya.
salah sangka = salah mengerti
salah tanggap = salah faham
salah cetak = salah tulisan dalam cetakan
salah pilih = salah dalam memilih
8. serba
Pembentukan kata baru dengan kata serba memberi makna “semua”, ”seluruh”, atau “belaka”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
serbaada = segala-galanya ada
serbaguna = dapat digunakan untuk segala hal
serbaserbi = bermacam-macam
serbamewah = segalanya mewah
9. tata
Pembentukan kata baru dengan kata tata memberi makna “aturan”, ”susunan”, atau “cara”. Penulisannya dipisahkan dari kata berikutnya.
tata bahasa = gramatika tata krama = etiket, adat sopan santun
tata kerja = sistem bekerja tata warna = kombinasi warna
10. temu
Pembentukan kata baru dengan kata temu memberi makna “berkumpul untuk”.
Penulisannya dipisahkan dari kata berikutnya.
temu karya = lokakarya,sanggar kerja
temu muka = tatap muka, berhadapan muka
temu duga = tanya jawab antara yang memberi pekerjaan dan yang melamar pekerjaan, wawancara.
temu niaga = pertemuan antara produsen dan pengusaha untuk membicarakan niaga di antara mereka.
Pembentukan kata dengan unsur lain tersebut turut memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Namun, perlu diperhatikan cara penulisannya, yaitu ada yang dipisahkan dan ada pula yang disatukan. Sekian, dan sampai jumpa lagi pada Bagian II.
PEMBENTUKAN KATA
A. Pengantar
Sudah kita ketahui bahwa dalam bahasa Indonesia ada
kata dasar dan kata bentukan. Kata dasar disusun menjadi kata bentukan melalui
tiga macam proses pembentukan, yaitu: (1) afiksasi atau pengimbuhan; (2)
reduplikasi atau pengulangan; (3) komposisi atau pemajemukan. Kita juga sudah
mengenal adanya imbuhan atau afiks yang meliputi prefiks atau awalan, sufiks
atau akhiran, dan infiks atau sisipan. Infiks sebenarnya tidak begitu penting
dalam bahasa Indonesia,
tetapi dalam pembentukkan istilah infiks-in yang berasal dari Jawa sering juga
dipakai.
Menurut FPBS (1994 :19), pembentukan kata dengan
menggunakan awalan dan akhiran dalam bahasa Indonesia sudah banyak dikenal oleh
para mahasiswa. Namun demikian sering juga kita jumpai kata-kata yang bentuknya
tidak tepat atau salah.
Perhatikan contoh pemakaian kata bercetak miring pada
teks berikut!
Pergaulan hidup yang berdeferensiasi berarti
pergaulan hidup terbagi atas sektor-sektor dimana tiap khusus tertuju pada
pelaksanaan salah satu fungsi yang telah disebut itu.
Kata berdeferensiasi
dalam kalimat tersebut digunakan secara salah. Kata yang lebh sesuai adalah
berbeda-beda karena kata deferensiasi bukanlah anggota kosa kata baku
bahasa Indonesia walaupun maknanya sama dengan kata berbeda-beda.
Contoh-contoh lain dapat diamati pada kalimat-kalimat di
bawah ini. Perhatikan kata-kata yang bercetak miring!
1.
Usaha kami selama ini memang profitable sehingga kami dapat menghidupi
karyawan secara layak.
2.
Semua ilmuwan sangat besar atensinya terhadap penemuan Andi.
3.
Supaya mudah dicetak, lempung sebaiknya diolah tidak terlalu lunak dan
tidak terlalu keras.
4.
Pengambilan data dijalankan dengan menyebarkan angket kepada semua
informan yang telah ditentukan.
Kesalahan juga terjadi pada bentukan kata. Dalam hal ini bentukan kata yang digunakan dalam kalimat merupakan
bentukan-bentukan kata yang tidak tepat. Perhatikan contoh berikut ini!
1.
Penulis terpaksa mengubah rumus itu dan ternyata hasil
perubahan itu dapat digunakan untuk menyelesaikan analisis data.
2.
Setiap pemerian data selalu dilengkapi dengan contoh pemerian
data itu dapat dipahami secara lebih konkret.
3.
Kedua kendaraan itu tabrakan di tikungan
tajam dan kecelakaan tak dapat dihindari.
Jika diperhatikan konteks
dan acuan kata-kata bercetak miring tersebut tampak bahwa bentukan kata-kata
itu tidak tepat. Akan lebih tepat jika kata perubahan diganti dengan ubahan,
kata pemerian diganti dengan perian, dan kata tabrakan diganti
dengan bertabrakan. Alasannya sudah jelas. Hasil mengubah adalah ubahan,
yang diperikan adalah perian, bukan pemerian, bentukan tabrakan
merupakan bentukan yang tidak baku.
(FPBS : 1994 :38).
B. Imbuhan
dari bahasa asing
Yang perlu kita pelajari ialah adanya imbuhan yang
berasal dari bahasa asing yang kadang juga dikenakan pada kata dasar bahasa Indonesia. Kata-kata asing yang diserap dalam bahasa Indonesia itu
pada dasarnya kita pandang sebagai kata dasar. Namun demikian bentuk-bentuk
kata asing itu bermacam-macam, sehingga memungkinkan kita untuk menganalisis
bentuk-bentuk tersebut dan menemukan awalan atau akhirannya. Kita mengenal
kata-kata objek, objektif, objektivitas, objektivisme, objektivisasi.
Dari bentuk tersebut kita menemukan kata dasar objek, akhiran –if,
itas, -isme, -isasi. Di samping
kata moral atau sosial kita kenal adanya amoral,
atau asosial. Di samping kata evaluasi kita mengenal devaluasi,
di samping regulasi kita mengenal deregulasi, di samping harmoni
kita mengenal disharmoni, di samping integrasi kita mengenal disintegrasi.
Demikianlah kita mengenal adanya awalan a-, de-, dis-.
1.
Awalan
Awalan-awalan pada kata-kata serapan yang disadari
adanya, juga oleh penutur yang bukan dwibahasawan, adalah sebagai berikut:
a.
a- seperti
pada amoral, asosial, anonym, asimetris. Awalan ini mengandung arti
‘tidak’ atau ‘tidak ber’;
b.
anti- seperti
pada antikomunis, antipemerintah, antiklimaks, antimagnet, antikarat
yang artinya ‘melawan’ atau ‘bertentangan dengan’;
c.
bi- misalnya
pada bilateral, biseksual, bilingual, bikonveks. Awalan ini artinya
‘dua’;
d.
de- seperti pada dehidrasi, devaluasi, dehumanisasi,
deregulasi. Awalan ini artinya ‘meniadakan’ atau ‘menghilangkan’;
e.
eks- seperti pada eks-prajurit, eks-presiden,
eks-karyawan, eks-partai terlarang. Awalan ini artinya ‘bekas’ yang
sekarang dinyatakan dengan kata ‘mantan’.
f.
ekstra- seperti pada ekstra-universiter, ekstra-terestrial,
ekstra linguistic, kadang juga dipakai pada kata-kata bahasa Indonesia
sendiri. Contoh: ekstra-ketat, ekstra-hati-hati. Awalan ini artinya
‘tambah’, ‘diluar’, atau ‘sangat’;
g.
hiper- misalnya pada hipertensi, hiperseksual,
hipersensitif. Awalan ini artinya ‘lebih’ atau ‘sangat’;
h.
in- misalnya pada kata inkonvensional, inaktif,
intransitive. Awalan ini artinya ‘tidak’;
i.
infra- misalnya pada infrastruktur, inframerah,
infrasonic. Awalan ini artinya ‘di tengah’;
j.
intra- misalnya pada intrauniversiter, intramolekuler.
Awalan ini artinya ‘di dalam’;
k.
inter- misalnya interdental, internasional, interisuler,
yang biasa di Indonesiakan dengan antar-;
l.
ko- misalnya pada kokulikuler, koinsidental, kopilot,
kopromotor. Awalan ini artinya ‘bersama-sama’ atau ‘beserta’;
m. kontra-
misalnya pada kontrarevolusi, kontradiksi, kontrasepsi. Awalan ini
artinya ‘berlawanan’ atau ‘menentang’;
n.
makro- misalnya
pada makrokosmos, makroekonomi, makrolinguistik. Awalan ini artinya
‘besar’ atau ‘dalam arti luas’;
o.
mikro- seperti
pada mikroorganisme, mikrokosmos, microfilm. Awalan ini artinya
‘kecil’ atau ‘renik’;
p.
multi- seperti
pada multipartai, multijutawan, multikompleks, multilateral, multilingual.
Awalan ini artinya ‘banyak’;
q.
neo- seperti
pada neokolonialisme, neofeodalisme, neorealisme. Awalan ini artinya
‘baru’;
r.
non- seperti
pada nongelar, nonminyak, nonmigas, nonberas, nonOpec. Awalan ini
artinya ‘bukan’ atau ‘tidak ber-‘.
2. Akhiran
Pada kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia kita jumpai akhiran-akhiran seperti berikut:
a.
–al misalnya pada actual, structural, emosional,
intelektual. Kata-kata yang berakhiran –al ini
tergolong kata sifat;
b.
–asi/isasi misalnya pada afiksasi, konfirmasi, nasionalisasi, kaderisasi,
komputerisasi. Akhiran tersebut menyatakan ‘proses menjadikan’ atau
‘penambahan’;
c.
–asme misalnya
pada pleonasme, aktualisme, sarkasme, antusiasme. Akhiran ini
menyatakan kata benda;
d.
–er seperti pada primer, sekunder, arbitrer, elementer.
Akhiran ini menyatakan sifat;
e.
–et seperti pada operet, mayoret, sigaret, novelete.
Akhiran ini menyatakan pengertian ‘kecil’. Jadi operet itu ‘opera kecil’,
novelet itu ‘novel kecil’;
f.
–i/wi/iah misalnya pada hakiki, maknawi, asasi, asali,
duniawi, gerejani, insani, harfiah, unsuriyah, wujudiyah. Akhiran-akhiran
ini menyatakan sifat;
g.
–if misalnya
pada aktif, transitif, obyektif, agentif, naratif. Akhiran ini
menyatakan sifat;
h.
–ik 1 seperti
pada linguistic, statistic, semantic, dedaktik. Akhiran ini menyatakan
‘benda’ dalam arti ‘bidang ilmu’;
-ik 2 seperti pada spesifik,
unik, karakteristik, fanatic, otentik. Akhiran ini menyatakan sifat;
a.
-il seperti pada idiil, materiil, moril. Akhiran ini
menyatakan sifat. Pada kata-kata lain kata-kata ini diganti dengan –al;
b.
–is 1 pada kata praktis, ekonomis, yuridis, praktis,
legendaries, apatis. Akhiran ini menyatakan sifat;
-is 2
pada kata ateis, novelis, sukarnois, Marxis, prosaic, esei. Akhiran
ini menyatakan orang yang mempunyai faham seperti disebut dalam kata dasar,
atau orang yang ahli menulis dalam bentuk seperti yang disebut di dalam kata
dasar;
a.
-isme seperti
pada nasionalisme, patriotisme, Hinduisme, bapakisme. Isme artinya
‘faham’;
b.
–logi seperti
pada filologi, sosiologi, etimologi, kelirumologi, -logi artinya
‘ilmu’;
c. –ir
seperti pada mariner, avonturir, banker. Akhiran ini menyatakan orang
yang bekerja pada bidang atau orang yang mempunyai kegemaran ber-;
d. –or
seperti pada editor, operator, deklamator, noderator. Akhiran ini
artinya orang yang bertindak sebagai orang yang mempunyai kepandaian seperti
yang tersebut pada kata dasar;
e.
–ur seperti pada donator, redaktur, kondektur, debitur,
direktur. Akhiran ini seperti yang di atas menyatakan agentif atau
pelaku;
f.
–itas seperti
pada aktualitas, objektivitas, universitas, produktivitas. Akhiran ini
menyatakan benda.
C. Upaya
Pengindonesiaan
Awalan dan akhiran di atas berdasarkan maknanya dapat
dibeda-bedakan menjadi beberapa kelompok. Ada
imbuhan yang membentuk kata benda, ada imbuhan yang membentuk kata sifat.
Beberapa awalan dapat digolongkan sebagai menyatakan pengertian negative, yaitu
awalan a-, in-, non-, dis- dan beberapa awalan lain yang tak tercantum
dalam daftar di atas seperti ab-, im-, il- dan akhiran –less,
yang artinya ‘tidak, bukan, tanpa, atau tidak ber’.
Kata sifat
bentuk dengan penambahan akhiran –al, er-, if-, dan –ik. Di samping
itu dapat juga digunakan akhiran dari bahasa Arab –i/-wi/-iah yang
tidak lagi terasa akhiran asing dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia
sendiri tidak banyak afiks pembentuk kata sifat, seperti yang disebut oleh
Fokker (1960:139) bahwa bahasa Indonesia miskin susunan ajektivis.
Dalam bahasa
Indonesia kedudukan kata dalam satuan sintaksis yang lebih besar menentukan
sifat hubungannya dengan kata lain. Kata benda kayu dapat mensifatkan
kata lain seperti halnya kata sifat bagus. Seperti hanya bagus pada meja
bagus, kayu, juga mensifatkan meja pada meja kayu. Dalam
bahasa Indonesia kata kayu tidak mengalami perubahan bentuk, dan
semata-mata posisinya dalam satuan sintaksis yang menempatkannya sebagai
atribut.
Menurut kaidah
bahasa Indonesia barangkali kata morfologi atau akademi tidak
perlu berubah apabila berpindah posisinya, misalnya pada morfologi bahasa
Indonesia dan proses morfologi, serta akademi bahasa
Indonesia dan pembantu dekan bidang akademi. Urusan akademi
dan urusan akademis maknanya berbeda; yang pertama menyatakan hubungan
kemilikan yang kedua hubungan kesifatan. Tetapi hubungan
makna itu barangkali baru timbul setelah bahasa Indonesia menyerap kata-kata
asing yang berbeda bentuknya itu.
Untuk
menegaskan perbedaan hubungan makna itu, untuk kata-kata dalam bahasa Indonesia
sendiri digunakan konfiks ke-an, contohnya: sifat ibu dan sifat
keibuan, uang negara dan kunjungan kenegaraan.
Yang sering
menimbulkan keraguan ialah penggunaan akhiran –is dan –ik.
Mana yang betul: akademis atau akademik, endosentris atau endosentrik?
Akhiran –is diserap dari bahasa Belanda –isch, sedang –ik
dari bahasa Inggris –ic atau –ical. Sementara itu akhiran –ik
diserap jujga dari akhiran –ics dari bahasa Inggris yang menandai kata
benda, seperti: statistic, linguistic, semantic, fonetik. Seperti yang
digariskan di dalam Pedoman Pembentukan Istilah, mengingat
akhiran –ik banyak digunakan untuk menandai kata benda (statistic,
linguistic, semantic, logistic, dan sebagainya) untuk kata sifat hendaknya
digunakan –is, kecuali pada kata-kata: simpatik, unik, alergik,
spesifik, karakteristik, analgesik.
Akhiran yang
berasal dari bahasa Arab, yang terasa lebih bersifat Indonesia, dapat digunakan
untuk menerjemahkan kata-kata asing, misalnya penalaran mantiki (logika
reasoning), antropologi ragawi (physical anthropology), makhluk surgawi (devine
being), terjemahan harfiah (letteral translation) dan sebagainya.
Di samping
itu, untuk menyatakan pengertian seperti yang dinyatakan oleh bentukan-bentukan
dalam bahasa asing, dalaml bahasa Indonesia sendiri digali imbuhan atau
kata-kata yang diharapkan dapat menjadi padanan bentukan-bentukan dalam bahasa
asing (Johannes, 1982 dan 1983, dan dalam Moeliono dan Dardjowidjojo (Eds.),
1988:431). Daftar afiks, morfem, atau kata tersebut adalah sebagai berikut.
1. adi- seperti pada: adidaya (super power),
adikodrati (super natural), adikarya (masterpiece), adibusana
(high fashion), adimarga (boulevard);
2. alih
seperti pada: alih aksara (transliteration), alih tulis (transcript),
alih
teknologi (transfer of technology), alih
bahasa (translate);
3. antar- seperti pada: antarbangsa (internasional),
antarnusa (interinsuler),
antarbenua (intercontinental),
antardepartemen (interdepartmental);
4. awa-
pada: awahama (disinfect), awabau (deodorize), awahubung (disconnect),
awawarna (discolor), pengawasan (disimilasi);
5. bak- pada bakruang (space-like),
bakelektron (electron-like), bakintan
(adamantine), bakagar (galantineous);
6. dur- pada: durjana (evildoer),
dursila (immoral), durkarsa (malevolence,
malice), durhaka
(sinful);
7. lepas
pada: lepas landas (takeoff), lepas pantai (offshore);
8. lir- pada: lirkaca (glassy) liragar (galantineous)
liritan (adamantine) sang lir sari ‘yang seperti bunga’;
9. maha- pada: maharaja (kaisar, raja besar),
mahaguru (guru besar), mahasiswa, Maha Esa, Mahaadil, Mahakuasa, Maha
Pemurah;
10. mala- pada: malagizi (malnutrition),
malabentuk (malformation), malakelola
(mismanage), malapraktik (malpractice);
11. nara pada: narasumber (resource person),
narapidana (convicted), narapraja
(pegawai
pemerintah), nararya (nonbleman);
12. nir- pada: nirnoda (stainless), nirnyawa (inanimate),
niraksara (illiterate),
nirgelar (non-degree),
niranta (infinite);
13. pasca- pada: pascapanen (postharvest),
pascasarjana (postgraduate), pascadoktor (postdoctoral),
pascaperang (postwar);
14. peri-
pada: perijam (clookwise), periujung (endwise), perkipas (fanwise),
peridolar (dollarwise);
15. pra- pada: prasejarah (prehistory), prakira (forecast),
pratinjau (preview),
prakata (foreword,
preface);
16. pramu- pada: pramugari (stewardes),
pramuwisata (tourist guide), pramuria (hostess), pramusiwi (babysitter);
17. purna- pada: purnawaktu (fulltime),
purnakarya (pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik), purnakaryawan
(pensiunan pegawai negeri), purnawirawan (pensiunan
ABRI);
18. rupa pada: rupa bola (speroid), rupa tangga (scalariform),
rupa baji (cuneiform)
19. salah pada: salah cetak (misprint), salah
hitung (miscalculate), salah ucap
(misspel), salah paham (misunderstanding);
20. serba-
pada: serbasama (homogeneous), serbabisa (all-round),
serbaguna
(multipurpose), serbaneka (multivarious),
serbacuaca (all-weather);
21. su- pada: sujana (orang baik lawannya durjana),
susastra (sastra yang baik, indah), suganda (bau yang harum),
sukarsa (good-will), sudarma (darma yang baik);
22. swa- pada: swakarsa (kemauan sendiri),
swasembada (dapat memenuhi kebutu han sendiri),
swadaya (kekuatan sendiri), swakelola (dikelola sendiri),
swapraja (daerah otonom);
23. tan- pada tanlogam (non-metal), tansuku (non-syllabic),
tanvokoid
(non-vokoid),
tanorganik (anorganic, inorganic);
24. tak-
pada: taksosial (asocial), taknormal (abnormal), taksah (illegal),
takhidup (nonliving), takmurni (impure);
25. tata
pada: tata bahasa, tata hokum, tata kalimat, tata nama;
26. tuna-
pada: tunakarya, tunawisma, tunasusila, tunanetra;
27. sisipan
–in- pada: tinambah (addent), kinurang (subtrahend),
binagi (dividend), minantu (son-in-low), linambang (sign);
28. sisipan
–em- pada: gemaung (echoic), gemetar (tremulous),
timambah (additive), temerang (shiny).
29. awalan
bilangan eka pada: ekaprasetyaj, ekasila; dwi-
pada: dwiwarna, dwipihak; tri- pada: tridarma, triratna,
tritunggal; catur- pada: caturwarga; panca-
pada: pancamarga, pancasila; sad- pada: sadpada; sapta- pada:
saptaprasetya, saptamarga; hasta- pada: hastabrata; nawa-
pada: nawaaksara; dasa- pada: dasasila;
30. akhiran –wan/-man/-wati
Akhiran –wan ditambahkan pada kata-kata benda
yang berakhir dengan vokal a seperti pada gunawan, bangsawan, hartawan,
negarawan, sastrawan dan sebagainya. Untuk kata-kata yang terakhir dengan
vocal I atau u dulu digunakan akhiran –man seperti pada seniman,
budiman, dan Hanuman. Sekarang varian –man sudah tidak produktif
lagi, akhiran –wan digunakan juga untuk kata benda yang tidak berakhir
dengan vokal a, contohnya rokhaniwan, bahariwan, ilmuwan. Kadang ada
kecenderungan untuk menambahkan vokal a pada kata yang berakhir dengan vokal i,
misalnya industriawan.
Dengan alat-alat ketatabahasaan di atas diharapkan
bahwa bahasa Indonesia menjadi lebih luwes dalam menyatakan kembali berbagai
konsep dalam berbagai bidang ilmu yang berasal dari Barat. Kemampuan untuk
menyerap berbagai gagasan dari Barat dan mengungkapkannya kembali dalam bahasa Indonesia,
diharapkan semakin meningkat. Kata-kata asing tidak kita pungut begitu saja,
melainkan diusahakan agar dapat dinyatakan dengan kata-kata yang lebih bersifat
Indonesia.
Kembali kepada sarana morfologi untuk menyatakan
pengertian ‘negatif’ seperti yang dikemukakan pada awal subbab ini. Dari
penggalian potensi yang ada pada bahasa Indonesia sendiri disarankan penggunaan
awalan nir-, tan-, tak dan tuna. Dari pengamatan sekilas kelihatan
bahwa penggunaan non- masih tetap lebih tinggi kekerapannya daripada
awalan dalam bahasa Indonesia sendiri yang diusulkan. Awalan non- kita
jumpai pada: non-gelar, non-Opec, non-beras, non-minyak, non-Jawa,
non-pribumi, non-Barat, non-Islam dan sebagainya.Awalan nir- dan tan-
jarang dijumpai. Sementara awalan tuna- memang agak produktif, seperti
pada: tunadaksa, tunagrahita, tunaaksara.
Akhiran-akhiran –is seperti pada linguis,
novelis; -ir seperti banker, mariner; -or seperti pada koruptor,
senator; -ur
seperti pada direktur, redaktur; menyatakan pelaku atau orang yang
mempunyai pekerjaan atau keahlian dalam bidang tertentu. Begitu juga akhiran –us
pada kritikus, teknikus, musikus, teoritikus, politikus, akademikus,
yang jamaknya ditandai dengan akhiran –si; kritisi, teknisi, teoritisi,
musisi, politisi, akademisi.
Dalam bahasa Indonesia ada awalan pe-
dan pem- di samping akhiran –wan/-wati seperti yang
disebutkan di atas. Beberapa kata asing memang dapat lebih diindonesiakan
dengan akhiran –wan, misalnya: politikus/politisi menjadi negarawan,
linguis menjadi ilmu bahasawan, grammarian menjadi tata
bahasawan, librarian menjadi pustakawan.
Pembedaan tunggal-jamak seperti pada politikus
dan politisi, kriterium dan criteria, datum dan data,
unsur dan anasir tidak begitu diperhatikan dalam bahasa Indonesia.
Memang sesudah terserap dalam bahasa Indonesia kata-kata itu tentu saja tidak
perlu tunduk pada kaidah bahasa aslinya. Kalau politisi, criteria, data
dan unsur yang lebih banyak dipakai boleh saja untuk menyatakan jamak
kata itu diulang menjadi politisi-politisi, kriteria-kriteria, data-data
atau unsur-unsur. Begitu juga kalau dalam suatu upacara penguburan
seorang yang memberikan sambutan mengajak para hadirin berdoa agar arwah
almarhumah diberi tempat yang layak di sisi Tuhan.
Awalan peng- tidak dapat bersaing dengan
awalan-awalan tersebut di atas, juga dengan akhiran –wan/-wati. Kata benda berawalan peng- diturunkan dari kata
kerja; menjahit – penjahit, mengarang – pengarang, melempar – pelempar.
Bentuk pirsawan yang diturunkan dari pirsa ‘melihat’ dipandang tidak tepat dan
diganti dengan pemirsa. Awalan peng- diturunkan dari kata kerja
berawalan meng-, sedang variannya yang tidak mengandung sengauan
diturunkan dari kata kerja berawalan ber. Adanya bentuk-bentuk pecatur,
pegolf, pebowling, pejudo, pesilat, petenis, barangkali diturunkan dari
bermain catur, golf, tenes, dan sebagainya.
Akhiran –asi
atau –isasi sangat produktif, sampai-sampai kata-kata dalam bahasa
Indonesia sendiri ada yang mendapat akhiran tersebut. Contohnya: turinisasi,
lamtoronisasi, komporisasi, pompanisasi, randuisasi. Kata-kata bentukan
dengan akhiran semacam ini sebenarnya dapat dinyatakan dengan konfiks peng
– an misalnya penasionalan untuk nasionalisasi, pembaratan
untuk westernisasi, pengintensifan untuk intensifikasi,
pengonkretan untuk konkretisasi, pembabakan untuk periodisasi.
Namun bentukan dengan –sasi atau –isasi tetap produktif dan
banyak digunakan dalam bidang ilmu.
Hal yang sama
berlaku untuk beberapa bentukan dengan akhiran –itas dengan konfiks ke–an
seperti: objektivitas dengan keobjektifan, aktualitas dengan keaktualan,
sportivitas dengan kesportifan, agresivitas dengan keagresifan,
elastisitas dengan keelastisan, kompleksitas dengan kekompleksan.
Kata mantan,
meskipun cakupan maknanya tidak seluas –eks, dalam beberapa pemakaian
dapat menggantikan kata tersebut. Semacam awalan bak- dan lir-
mempunyai arti yang sama dan rupanya sengaja ditawarkan mana yang dipilih
diantara dua bentuk itu. Awalan dur-
dan lawannya su- juga belum diterima dan dipergunakan oleh para
penutur. Mengenai pasca- dan purna- kedua awalan itu kadang
dikacaukan. Ada pelayanan pascajual dan pelayanan purnajual.
Yang betul ialah pascajual. Pasca- adalah lawannya pra-, purna-
tidak hanya menyatakan pengertian ‘selesai’ atau ‘sesudah’, melainkan juga
‘penuh; baik, atau berhasil’. Purnakaryawan ialah karyawan yang sudah
menyelesaikan tugasnya dengan baik sampai pensiun.
D. Pembentukan Lebih Lanjut
Yang dimaksud
pembentukan lebih lanjut ialah pembentukan kata turunan melalui proses morfologi
bahasa Indonesia dengan kata-kata serapan sebagai bentuk dasarnya. Kata-kata
serapan, sebagai warga kosakata bahasa Indonesia, juga dapat mengalami proses
pembentukan sebagaimana warga kosakata yang lain. Proses pembentukan itu ada
tiga macam, yaitu pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Dalam kaitannya
dengan unsur serapan, pembicaraan hanya menyangkut pengimbuhan, karena dalam
pengulangan dan pemajemukan tidak ada yang perlu dibicarakan.
Pembicaraan
mengenai pembentukan lebih lanjut sebenarnya sudah dimulai ketika dibicarakan
konfiks peng–an dan ke-an dengan unsure serapan sebagai kata
dasarnya. Begitu juga waktu dibicarakan pengulangan kata ‘data’ ‘ politisi’,
dan ‘arwah’. Dalam kaitannya dengan penambahan awalan meng-, peng- dan
peng–an perlu diamati apakah kata dasar yang berupa kata serapan itu
diperlakukan sama atau berbeda dengan kata-kata yang lebih asli. Juga mengingat
bahwa unsur-unsur serapan itu ada yang diawali dengan gugus konsonan.
Kata-kata yang
diawali oleh konsonan hambatan tak bersuara /p/,/t/,/k/, dan geseran
apiko-alveolar /s/ jika mendapat awalan meng- atau peng-
fonem tersebut hilang atau luluh, contohnya: pukul menjadi memukul
dan pemukul, tolong menjadi menolong dan penolong, karang
menjadi mengarang dan pengarang, susun menjadi menyusun
dan penyusun. Perlu dipertanyakan apakah hal yang sama juga dialami
oleh kata-kata serapan, dan bagaimana jika fonem-fonem awal tersebut membentuk
satu gugus dengan fonem-fonem yang lain.
Kata-kata
serapan yang diawali dengan konsonan hambatan bilabial tak bersuara /p/
contohnya: paket, parker, potret, piket. Jika mendapat awalan meng-
dan peng- atau peng – an, kata-kata tersebut menjadi memaketkan,
memarkir, memotret, dan memiketi; pemaketan, pemarkiran, pemotretan,
pemiketan. Jadi kata-kata serapan tersebut diperlakukan sama dengan
kata-kata dalam bahasa Indonesia yang lain.
Kata-kata
serapan yang diawali dengan konsonan hambatan apiko – dental tak bersuara /t/
contohnya: target, teror, terjemah, telpon. Apabila dibentuk dengan
awalan meng- menjadi menargetkan atau mentargetkan;
meneror atau menteror, menerjemahkan, dan menelpon. Jika
dibentuk dengan peng – an menjadi; penargetan atau pentargetan,
peneroran atau penteroran, penerjemahan, dan penelponan.
Bentukan menargetkan dan penargetan, meneror dan peneroran agaknya masih belum
berterima. Soal keberterimaan itu rupanya ditentukan oleh tingkat keasingan
(atau keindonesiaan) kata serapan tersebut. Kata ‘tekel’ (dari tackle) tidak
berterima jika dibentuk menjadi menekel dan penekelan, yang berterima ialah men-tekel
dan pen-tekel-an.
Agar dapat
dibentuk sesuai dengan kaidah morfofonemik yang berlaku, kata asing yang
kemudian menjadi kata dasar itu harus sudah dikenal dengan baik. Kata yang
belum begitu dikenal apabila mengalami proses morfofonemis menyebabkan orang
sulit mengenal kata dasar dari suatu bentukan. Oleh karena itu, untuk kata-kata
yang belum dikenal, bukan saja konsonan awalnya tidak mengalami peluluhan,
melainkan juga diberi tanda hubung untuk mempertegas batas antara kata dasar
dengan unsur-unsur pembentukannya, seperti contoh di atas yaitu men-tekel
dan pen-tekel-an.
Konsonan
geseran labio-dental tak bersuara /f/ dulu disesuaikan dengan system fonologi
bahasa Indonesia menjadi /p/. Yang sudah disesuaikan menjadi /p/ mengalami
penghilangan atau luluh, sedang apabila tetap /f/ mendapat sengauan yang
homorgan, yaitu /m/. Contohnya: pikir menjadi memikirkan dan pemikiran;
fitnah menjadi memfitnah dan pemfitnahan.
Konsonan
hambatan dorso-velar tak bersuara /k/ yang mengalami kata-kata katrol,
kontak, konsep, dan keker luluh apabila mendapat awalan meng-
atau konfiks peng-an seperti terlihat pada: mengatrol dan pengatrolan,
mengontak dan pengontakan, mengonsep dan pengonsepan,
mengeker dan pengekeran.
Kata-kata
serapan yang diawali dengan fonem geseran apiko-dental tak bersuara /s/ ada
yang mengalami peluluhan ada yang tidak. Kata-kata tersebut contohnya: sample,
setor, sekrup, setop. Jika mendapat awalan meng- dan peng-an
kata-kata tersebut menjadi menyampel dan penyampelan, menyetor
dan penyetoran, menyekrup dan penyekrupan, menyetop dan penyetopan.
Seperti halnya
pada unsur serapan yang lain, kata-kata yang masih terasa asing mendapat
perlakuan yang berbeda, contohnya pada kata “sinkrun” dan “sistematis”, jika
mendapat awalan meng- dan peng-an menjadi mensinkrunkan
dan pensinkrunan, mensistematiskan dan pensistematisan.
Kata dasar
serapan yang diawali oleh gugus konsonan /pr/ seperti pada protes, program,
produksi, dan praktik, jika mendapat awalan meng- /p/ tidak luluh
menjadi: memprotes, memprogram, memproduksi, dan mempraktikkan.
Tetapi apabila mendapat konfiks peng-an /p/-nya luluh menjadi: pemrotesan,
pemrograman, pemroduksian, dan pemraktikan. Ini bukan perlakuan
yang istimewa untuk unsur-unsur serapkan sebab hal yang demikian itu kita lihat
juga pada bentukan memperkirakan, memprihatinkan.
Bagaimana
dengan kata serapan yang diawali gugus konsonan /tr/, /kr/, dan /st/? kata-kata
serapan yang diawali dengan gugus /kr/ contohnya: kritik, kristal, kredit,
kreatif konsonan /k/-nya tidak hilang bila mendapat awalan meng-
menjadi: mengkritik, mengkristal, mengkristal dan mengkreatifkan.
Tetapi /k/ itu lebur apabila mendapat awalan peng- atau peng-an
menjadi: pengritikan dan pengritik, pengristalan dan pengreditan
dan pengredit.
Kata-kata
serapan yang diawali dengan gugus konsonan /tr/, /st/, /sk/, /sp/, /pl/, /kl/,
konsonan yang awalnya tidak pernah mengalami peleburan, baik dalam pembentukan
dengan awalan meng-, peng-, maupun konfiks peng-an,
contohnya: mentraktir, pentraktir, menstabilkan, penstabil, penstabilan;
menskalakan, penskala, penskalaan; mensponsori, pensponsor, pensponsoran;
memplester, pemplester, pemplesteran; mengkliping, pengkliping, pengklipingan.
Kata-kata
serapan yang diawali oleh gugus konsonan yang terjadi atas tiga fonem dan fonem
yang pertama berupa hambatan atau geseran tak bersuara, kalau ada, sudah tentu
konsonan pertamanya tidak pernah lebur apabila mendapat awalan meng-
atau peng-.
Kata-kata
serapan itu tentu saja juga dapat mengalami proses pengulangan seperti pada: traktor-traktor,
computer-komputer dan sebagainya. Kata-kata serapan tidak dapat mengalami
perulangan sebagian yang berupa dwipurwa atau dwiwasana. Pada pengulangan
dengan awalan konsonan awal pada suku ulangannya juga tidak luluh, contohnya: mempraktis-praktisan,
mengkritik-kritik, menstabil-stabilkan.
E. Perhubungan antarmakna
Kata-kata
biasanya mengandung komponen makna yang kompleks. Hal ini mengakibatkan adanya
berbagai perhubungan yang memperlihatkan kesamaan, pertentangan, tumpang
tindih, dan sebagainya. Dalam hal ini para ahli semantik telah
mengklasifikasikan perhubungan makna itu ke dalam berbagai kategori,
seperti sinonimi, polisemi, hiponimi, antonimi dan sebagainya. Berikut
akan dijelaskan beberapa kategori yang penting dalam pembahasan semantik.
a. Sinonimi
Dua buah
kata yang mempunyai kemiripan makna diantaranya disebut dua kata yang sinonim.
Kata perempuan yang mempunyai komponen makna manusia dewasa berkelamin
perempuan adalah sinonim dengan kata wanita. Keduanya mempunyai komponen makna
yang sama. Sekalipun kata perempuan dan wanita sulit dibedakan artinya namun di
dalamnya ternyata ada unsur emotif yang membedakannya. Kata perempuan merupakan
kata yang metral, dan wanita terasa ada implikasi penghargaan pengucapannya.
b. Hiponimi
Dekat dengan perhubungan yang disebut sinonimi
adalah perhubungan yang disebut hiponimi. Hiponimi menyatakan hubungan
makna yang mengandung pengertian hubungan hierarkis. Bila sebuah kata memiliki
semua komponen makna kata lainnya, tetapi tidak sebaliknya, maka perhubungan
itu disebut hiponimi. Kata warna meliputi semua warna lain. Jadi merah, hitam,
hijau adalah hiponim dari kata warna. Hiponimi kemudian menjadi dasar
pendekatan yang disebut dengan semantic field atau semantic domain,
yaitu pendekatan semantik yang mecoba melakukan klasifikasi makna berdasarkan
persamaan arti atau bidang makna yang sama dikumpulkan dalam satu kelompok
c. Homonimi
dan Polisemi
Bila terdapat dua buah makna atau lebih yang
dinyatakan dengan sebuah bentuk yang sama, maka perhubungan makna dan bentuk
itu disebut homonimi (sama nama atau juga yang sering disebut homofini
(sama bunyi). Kata seperti pukul dapat
menyiratkan makna (1) jam seperti terdapat dalam pukul tiga, dan dapat
menyiratkan makna (2) kegiatan memukul. Kata yang mempunyai banyak
makna disebut polisemi. Kata bisa (1) dan bisa (2) mengandung makna
yang sama sekali berbeda, oleh sebab itu dianggap dua kata yang dua kata yang
kebetulan bunyi sama atau sama nama. Tetapi kata pukul mempunyai dua makna yang
saling berhubungan, dan oleh karena itu disebut kata yang mempunyai banyak
makna.
d. Antonimi
Perhubungan makna yang terdapat antara sinonimi,
polisemi, homonimi, hiponimi, atau polisemi, bertalian dengan
kesamaan-kesamaan, antonimi, sebaliknya, dipakai untuk menyebut makna
yang berlawanan. Bentuk-bentuk seperti laki-laki dan hidup, masing-masing
berantonim dengan perempuan dan mati . Dan kata-kata yang berlawanan makna itu
disebut mempunyai perhubungan yang bersifat antonimi.
Pembentukan judul artikel
Alasan
- Judul yang singkat memungkinkan hasil yang lebih variatif oleh mesin pencari.
- Tidak semua orang mau atau bisa mengikuti pola pembentukan kata yang baku di dalam Bahasa Indonesia.
- Mempermudah pengembangan lebih lanjut atas judul-judul serupa, yang kemudian digabungkan dalam daftar disambuguasi.
- Seandainya terjadi bentrokan judul, bisa mengikuti prioritas judul.
Prioritas judul
Judul tersingkat diprioritaskan
daripada kata-kata turunannya. Namun bila suatu saat diskusi tentang hal ini
menemui kebuntuan, maka prioritas penamaan artikel paling singkat mengikuti
alur berikut:
1.
Istilah yang lebih dikenal masyarakat umum mendapat
prioritas utama. Misalnya lensa (kaca cembung) mendapat prioritas utama atas
judul lensa
dibanding lensa (fotografi).
2.
Jika kedua istilah sama umumnya, maka istilah yang
sulit diberi tambahan kata didahulukan, misalnya paku (alat pertukangan)
didahulukan untuk nama paku
daripada paku (tanaman). Sebab paku (tanaman) bisa ditambahkan menjadi tanaman
paku.
3.
Jika masih sama, maka istilah yang lebih mendekati
bahasan ilmiah mendapat prioritas utama. Misal bayam (tanaman) mendapat
prioritas atas nama bayam
dibanding bayam (sayur).
4.
Penamaan terhadap sesuatu seperti tokoh, grup,
anggota, kota,
daerah, atau sejenisnya mendapat prioritas paling akhir dibanding yang lain
misal, padi (tanaman) lebih berhak atas judul artikel padi daripada Grup Band
Padi. Semanggi (tanaman) lebih didahulukan atas nama Semanggi
daripada Semanggi (jembatan).
Penamaan spesies tertentu
Untuk pengguna yang memiliki minat
di bidang biologi, alam, flora, dan fauna, perlu diperhatikan hal berikut:
1.
Spesies yang belum memiliki nama lokal/trivial/umum
disarankan memakai nama ilmiah. Jika nama umum (dalam bahasa Indonesia)
sudah ditemukan atau diberikan, isi artikel dipindah dengan kepala artikel yg
baru.
2.
Beberapa nama umum, seperti kacang, bawang, dan
lainnya dapat mengacu kepada takson di atas spesies maupun mencakup sebagian
takson yang lain. Dalam keadaan demikian, isi artikelnya harus menerangkan hal ini.
Sementara itu, artikel per spesies sendiri tetap dibuat tersendiri.
Pengecualian
1.
Penamaan terhadap seseorang tidak mengikuti kebijakan
ini. Misalnya untuk hal jabatan, pangkat, ataupun gelar. Hal ini berarti nama
sebisa mungkin mengikuti akta kelahiran tanpa embel-embel apapun. Artikel
biografi harus memiliki judul yang menggambarkan nama lengkap seseorang, tanpa
disingkat, dipotong, atau pun diberi tambahan apa pun. Tetapi jika ditemukan
bentrokan judul dengan artikel lain, maka judul tersebut cukup diberi tambahan
kata "(tokoh)" di belakangnya.
2.
Halaman disambiguasi diberi tambahan
"(disambiguasi)" di belakang judulnya. Tetapi jika seluruh istilah
yang didisambiguasi dinilai sama penting dan sama-sama sering digunakan, maka
halaman disambiguasilah yang berhak atas judul paling singkat.
11. eks
Pembentukan kata baru dengan kata eks memberi makna “bekas” atau “mantan”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
ekspacar = mantan pacar ekspegawai = bekas/mantan pegawai
ekspetinju = mantan petinju eksnarapidana = bekas narapidana
Pembentukan kata baru dengan kata eks memberi makna “bekas” atau “mantan”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
ekspacar = mantan pacar ekspegawai = bekas/mantan pegawai
ekspetinju = mantan petinju eksnarapidana = bekas narapidana
12.
ekstra
Pembentukan kata baru dengan kata ekstra memberi makna “di luar”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
ekstrakurikuler = (kegiatan yang) berada di luar program yang tertulis dalam kurikulum
ekstramarital = (hubungan seks) di luar nikah
ekstraparlementer = di luar parlemen
Pembentukan kata baru dengan kata ekstra memberi makna “di luar”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
ekstrakurikuler = (kegiatan yang) berada di luar program yang tertulis dalam kurikulum
ekstramarital = (hubungan seks) di luar nikah
ekstraparlementer = di luar parlemen
13.
intra
Pembentukan kata baru dengan kata intra bermakna “di dalam”, “bagian dalam” Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
intrakalimat = ada di dalam kalimat
intraorganisasai = dalam organisasi
intrauniversiter = (kegiatan) dalam perguruan tinggi
Pembentukan kata baru dengan kata intra bermakna “di dalam”, “bagian dalam” Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
intrakalimat = ada di dalam kalimat
intraorganisasai = dalam organisasi
intrauniversiter = (kegiatan) dalam perguruan tinggi
14.
super
Pembentukan kata baru dengan kata super bermakna “sangat”, “lebih tinggi” atau “di atas”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
supersibuk = sangat sibuk superstar = mahabintang
supernatural = adikodrati;alam gaib supercepat = luar biasa cepat
Pembentukan kata baru dengan kata super bermakna “sangat”, “lebih tinggi” atau “di atas”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
supersibuk = sangat sibuk superstar = mahabintang
supernatural = adikodrati;alam gaib supercepat = luar biasa cepat
15.
semi
Pembentukan kata baru dengan kata semi bermakna “setengah” atau “sebagian”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
semifinal = menjelang final
semiresmi = sebagian resmi
semipermanen = dibuat untuk jangka panjang, tetapi tidak permanen
Pembentukan kata baru dengan kata semi bermakna “setengah” atau “sebagian”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
semifinal = menjelang final
semiresmi = sebagian resmi
semipermanen = dibuat untuk jangka panjang, tetapi tidak permanen
16. adi
Pembentukan kata baru dengan kata adi bermakna “unggul”, “besar”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
adikarya = karya agung aditokoh = tokoh utama
adimarga = bulevar adidaya = adikuasa
Pembentukan kata baru dengan kata adi bermakna “unggul”, “besar”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
adikarya = karya agung aditokoh = tokoh utama
adimarga = bulevar adidaya = adikuasa
17.
nara
Pembentukan kata baru dengan kata nara bermakna “orang”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
narapidana = terhukum narasumber = informan
Pembentukan kata baru dengan kata nara bermakna “orang”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
narapidana = terhukum narasumber = informan
18. swa
Pembentukan kata baru dengan kata swa bermakna “sendiri”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
swakelola = pengelolaan sendiri
swalayan = pelayanan sendiri
swasembada = usaha mencukupi kebutuhan sendiri
swakarya = hasil karya sendiri
Pembentukan kata baru dengan kata swa bermakna “sendiri”. Penulisannya disatukan dengan kata berikutnya.
swakelola = pengelolaan sendiri
swalayan = pelayanan sendiri
swasembada = usaha mencukupi kebutuhan sendiri
swakarya = hasil karya sendiri
19.
pasca
Pembentukan kata baru dengan kata pasca bermakna “sesudah”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
pascapanen = masa sesudah panen
pascaoperasi = sesudah menjalani operasi
pascasarjana = tingkat pendidikan sesudah sarjana
pascareformasi = keadaan sesudah reformasi
Pembentukan kata baru dengan kata pasca bermakna “sesudah”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
pascapanen = masa sesudah panen
pascaoperasi = sesudah menjalani operasi
pascasarjana = tingkat pendidikan sesudah sarjana
pascareformasi = keadaan sesudah reformasi
20. purna
Pembentukan kata baru dengan kata purna bermakna “selesai”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
purnabakti = pensiun
purnawirawan = pensiunan tentara atau polisi
purnajual = pelayanan penjualan lebih lanjut setelah transaksi (pascajual)
purnatugas = keadaan setelah berakhir masa tugas
Pembentukan kata baru dengan kata purna bermakna “selesai”. Penulisannya tidak dipisahkan dari kata berikutnya.
purnabakti = pensiun
purnawirawan = pensiunan tentara atau polisi
purnajual = pelayanan penjualan lebih lanjut setelah transaksi (pascajual)
purnatugas = keadaan setelah berakhir masa tugas
Kata-kata
bilangan bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Sankrit merupakan unsur
terikat, yaitu penulisannya diserangkaikan dengan kata berikutnya.
eka =
satu; tunggal
ekakarsa = satu kehendak; satu niat
ekamatra = satu dimensi
ekakarsa = satu kehendak; satu niat
ekamatra = satu dimensi
dwi = dua
dwibahasa = bilingual
dwifungsi = fungsi ganda
dwiganda = rangkap; dobel
dwibahasa = bilingual
dwifungsi = fungsi ganda
dwiganda = rangkap; dobel
tri = tiga
triwulan = tiga bulan; satu kuartal
tripartit = tiga pihak
tripod = kaki tiga (kamera)
triwulan = tiga bulan; satu kuartal
tripartit = tiga pihak
tripod = kaki tiga (kamera)
catur = empat
caturwulan = empat bulan
caturwarga = empat warga
caturtunggal = empat unsur yang menjadi satu
caturwulan = empat bulan
caturwarga = empat warga
caturtunggal = empat unsur yang menjadi satu
panca = lima
pancaindra = lima jenis alat perasa
pancasila = lima asas negara Republik Indonesia
pancawarsa = peringatan lima tahun
pancaindra = lima jenis alat perasa
pancasila = lima asas negara Republik Indonesia
pancawarsa = peringatan lima tahun
sapta = tujuh
saptadarma = tujuh kewajiban
saptapesona = tujuh jenis usaha pemerintah yang meliputi tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-tamah, dan kenangan untuk menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia
saptadarma = tujuh kewajiban
saptapesona = tujuh jenis usaha pemerintah yang meliputi tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-tamah, dan kenangan untuk menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia
dasa = sepuluh
dasawarsa = peringatan sepuluh tahun
dasasila = sepuluh ketentuan dasar
dasalomba = perlombaan pada cabang olahraga atletik yang terdiri atas sepuluh nomor
dasawarsa = peringatan sepuluh tahun
dasasila = sepuluh ketentuan dasar
dasalomba = perlombaan pada cabang olahraga atletik yang terdiri atas sepuluh nomor
***
Struktur Hirarkis Kata-Kata dan Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa
Latar Belakang
Morfologi
merupakan kajian ilmu yang mempelajari tentang kata dan pembentukan kata.
Morfologi dalam bahasa Indonesia membicarakan tentang morfen dan kata. Sebuah
kata dapat membentuk kata yang lain, ada yang disebut dengan afiksasi,
komposisi, reduplikasi, suplesi, dan modifikasi internal.
Tidak
semua proses morfologis terjadi dalam sebuah bahasa. Misalnya dalam bahasa
Indonesia tidak terjadi modifikasi internal. Tetapi, dalam bahasa Inggris
modifikasi internal terjadi dalam beberapa kasus. Begitu juga dalam bahasa
Inggris tidak memiliki infiks, sedangkan dalam bahasa Indonesia dikenal
beberapa infiks. Begitu juga suplesi, yang digunakan dalam bahasa Arab klasik.
Proses
morfologis yang terjadi terkadang juga dapat menyebabkan perubahan kelas kata.
Hal ini disebabkan oleh bergesernya makna kata tersebut yang disebabkan oleh
proses morfologis tersebut.
Perbedaan-perbedaan
yang terjadi dalam satu bahasa dengan bahasa lain merupakan satu bentuk bahwa
bahasa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Hal ini dapat dilihat dari
pembentukan kata yang terjadi dalam setiap bahasa tersebut. Sebuah hal menarik
ketika kita mengkaji dan menganalisis serta menemukan perbandingan-perbandingan
yang dapat dijadikan acuan untuk membentuk kata baru.
Rumusan Masalah
Sebuah
kata atau morfem dalam pembentukannya akan disusun secara bertahap. Hal ini
disebabkan kata-kata tersebut mengalami sebuah struktur yang disebut struktur
hirarkis kata-kata. Struktur hirarkis kata-kata ini nantinya akan mempengaruhi
proses morfologis suatu bahasa. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
perbedaan antara satu bahasa dengan bahasa yang lain.
Merujuk
pada perbedaan proses morfologis yang terjadi pada sebuah bahasa, maka materi
yang disajikan dalam makalah ini adalah bagaimana struktur hirarkis kata-kata
itu terjadi dan proses-proses morfologis yang terjadi mencakup komposisi,
afiksasi, reduplikasi, perubahan internal morfem dan suplesi.
Struktur Hirarkis Kata-Kata
Ada dua
fakta penting tentang cara bagaimana imbuhan melekat dengan ungkapan mereka
sendiri. Pertama, ungkapan yang diberi imbuhan yang secara normal dapat
berkombinasi pada jenis kata yang sama. Sebagai contoh, akhiran –able
dibubuhkan secara leluasa pada verba, tetapi tidak pada adjektiva atau nomina.
Dengan begitu, kita bisa menambahkan akhiran ini pada verba adjust, break,
compare dan debate. Tetapi tidak pada adjektiva asleep,
lovely, happy dan strong atau pada nomina seperti anger, morning,
student dan success. Kedua, ungkapan-ungkapan yang dihasilkan
dari penambahan imbuhan pada beberapa kata atau morfem secara normal juga
merupakan jenis kata yang sama. Misalnya, ungkapan yang diakibatkan oleh
tambahan –able pada verba adalah selalu adjektiva. Dengan demikian kata adjustable, breakable,
comparable, dan debatable semuanya adalah adjektiva. Satu
kesimpulan penting dari dua fakta di atas adalah bahwa dalam pembentukan kata,
imbuhan-imbuhan itu tidak terjadi bersama-sama tetapi disusun secara bertahap.
Itulah yang disebut struktur hirarkis kata-kata.
Sebagai
bahan pertimbangan adalah adjektiva reusable. Adjektiva ini terdiri dari tiga morfem. Yaitu morfem bebas use, dan imbuhan derivasional prefiks re-
dan sufiks –able. Seperti yang diterangkan di atas, sufiks –able
adalah pembentuk adjektiva dari verba.
Contoh:
(I)
Verb
+ -able
= Adjective
adjust
adjustable
break
breakable
compare
comparable
debate
debatable
lock
lockable
use
usable
Lain halnya dengan prefiks re-
yang berfungsi membentuk verba baru dari verba yang sudah ada.
Contoh:
(II) Re- +
Verb
= Verb
adjust
readjust
appear
reappear
consider
reconsider
construct
reconstruct
decorate
redecorate
use
reuse
Dari contoh di atas ada dua tahap
yang terjadi, yaitu:
1.
prefiks re- bergabung dengan verba use
untuk membentuk verba reuse seperti dalam (II).
2.
sufiks –able diimbuhkan pada verba reuse
untuk membentuk adjektiva reusable, yang juga diimbuhkan pada verda adjust
untuk membentuk kata sifat adjustable seperti dalam (I).
Lebih jelasnya, proses pembentukan
ini dapat dijelaskan dalam pohon struktur di bawah ini:
adjective
|
|
|
|
|
|
|
|
verb
-able
re- verb
use
Pembentukan reusable tidak
bisa dianggap sebagai hasil menambahkan prefiks re- pada kata usable.
Hal ini disebabkan oleh adanya pertimbangan karena use adalah verba
yang bisa diimbuhkan pada bentuk adjektiva usable, seperti dalam (I).
Selain itu, karena usable adalah adjektiva, maka re- tidak bisa
bergabung dengannya karena re- hanya bisa bergabung dengan verba.
Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa affiks re- dan –able
bisa dikombinasikan dengan morfem berbeda pada verba reuse, tetapi
tidak pada adjektiva usable yang membentuk adjektiva reusable.
Beberapa kata dapat mengalami
ambigu (mempunyai arti lebih dari satu). Hal ini bisa disebabkan oleh struktur
internal mereka yang mungkin dianalisis lebih dari satu cara. Contohnya adalah
kata unlockable. Kata ini memiliki pengertian ‘tidak bisa dikunci’
atau ‘bisa tidak dikunci’. Jika kita
memperhatikan seksama morfem terikat ini, maka kita akan mampu melihat
kejelasan mengapa ambiguitas ini muncul.
Dalam
bahasa Inggris, prefiks un- berfungsi membentuk dua kelas kata, yaitu:
1.
kombinasi
adjektiva yang membentuk adjektiva baru yang berarti ‘tidak’. Contoh:
(III) un-1
+
Adjective
= Adjective
able
unable ‘not able’
aware
unaware ‘not aware’
happy
unhappy ‘not happy’
intelligent
unintelligent ‘not intelligent’
lucky
unlucky ‘not lucky’
1.
kombinasi verba yang membentuk verba baru yang berarti
‘melakukan kembali pekerjaan yang sebelumnya’
(IV) un-2
+
Verb
= Verb
do
undo ‘to do the reverse of doing’
dress
undress ‘to do the reverse of dressing’
load
unload ‘to do the reverse of loading’
lock
unlock ‘to do the reverse of locking’
tie
untie ‘to do the reverse of tying’
Merujuk pada dua kombinasi di atas,
maka unlockable dapat dianalisis dengan dua cara, yaitu:
1.
sufiks –able bergabung dengan verba lock untuk
membentuk adjektiva lockable seperti dalam (I). Di sini, prefiks un-
bisa dikombinasikan dengan adjektiva lockable untuk membentuk
adjektiva baru yaitu unlockable. Proses ini juga dapat dijelaskan
dengan struktur pohon, yaitu:
Adjective
|
|
|
|
|
|
|
|
Un-1 adjective
Verb
-able
lock
Seperti yang telah dijelaskan di
atas, un-1 berarti ‘tidak’ dan struktur pohon ini
menjelaskan arti unlockable adalah ‘tidak bisa dikunci’.
1.
prefiks un- bergabung dengan verba lock
untuk membentuk verba unlock seperti dalam (IV). Kemudian suffiks –able
bergabung dengan verba unlock untuk membentuk adjektiva unlockable.
Proses ini dapat dijelaskan dengan struktur pohon sebagai berikut:
Adjective
|
|
|
|
|
|
|
|
Verb
-able
un-2 verb
|
|
|
|
lock
Makna yang terkandung dalam kata
ini adalah merujuk pada un-2 yang berarti
‘melakukan kembali pekerjaan yang sebelumnya’ yang diinterpretasikan pada locking.
Sehingga arti kata unlockable pada proses ini adalah ‘bisa tidak
dikunci’.
Proses Pembentukan Kata
Dalam Bahasa
Komposisi
Komposisi adalah kombinasi yang
dibentuk dari dua kata yang berbeda. Bagian dari kombinasi ini bisa berupa
morfem bebas, kata dasar, atau gabungan lainnya, seperti:
girlfriend
air
conditioner
lifeguard chair
blackbird
looking
glass
aircraft carrier
lifeguard
working girl
aircraft
watchmaker
textbook
self-determination
Kita dapat mengatakan bahwa pemajemukan
membentuk kata-kata dan bukan hanya frasa-frasa sintaksis yang disebabkan
oleh perbedaan di antara tekanan pola dalam kata-kata dan frasa. Pemajemukan
yang memiliki kata-kata dalam golongan yang sama sebagai frasa mempunyai
tekanan utama hanya pada kata pertama, sedangkan kata-kata perseorangan dalam
frasa mempunyai penekanan utama sendiri-sendiri. Contoh: (tekanan utama
dilambangkan dengan ´)
Kata majemuk
frasa
bláckbird
bláck bírd
mákeup
máke úp
Kata-kata majemuk lain bisa juga
untuk menekankan pola, tetapi hanya jika mereka tidak mampu menjadi frasa. Pola ini juga hanya menekankan pada kata pertama saja
seperti kata majemuk lainnya. Perbedaan-perbedaan ini sering terjadi, tetapi
tidak selalu. Hal ini sering direfleksikan dalam penulisan umum seperti menulis
sebuah kata majemuk sebagai satu kata atau menggunakan tanda-tanda penghubung
untuk menyambung kata-katanya. Contoh:
eásy-góing
eásy-going
mán-máde
mán-made
hómemáde
homemade
Sintaksis
suatu kata yang diciptakan oleh pemajemukan bergantung pada tingkat tertentu
dalam kategori-kategori bagiannya. Secara umum, dua kata yang kategorinya
identik akan membuat sebuah kata majemuk yang juga berkategori sama. Begitu
juga bagian kedua dari kata majemuk akan kelihatan mendominasi ketika kategori
bagian-bagian itu berbeda. Contoh:
Nomina
Adjektiva
birdcage
deaf-mute
houseboat
easy-going
playground
highborn
X-nomina
X-adjektiva
X-verba
blackbird
stone-deaf
outrun
backwater
colorblind
spoonfeed
knee-deep
undergo
downcast
Pengertian kata majemuk bergantung
pada pengertian bagian-bagiannya. Namun, hampir semua pengertian dari tiap
kata-kata majemuk itu dilibatkan tiap bagiannya. Misalnya, pengertian kata aircraft
adalah sebuah alat yang dibuat untuk digunakan di udara. Sedangkan airconditioner
adalah sebuah alat yang dibuat dengan memanfaatkan udara.
Afiksasi
Pada dasarnya, ada tiga afiks,
yaitu:
1)
prefiks, yaitu imbuhan yang diletakkan di awal morfem bebas atau prefiks
lainnya. misalnya re-, anti- dan dis-.
2)
sufiks, yaitu imbuhan yang ditambahkan pada akhir morfem bebas atau prefiks
lainnya. Misalnya –ment, -ly, -ed, -‘s, dan -s.
3)
infiks, yaitu imbuhan yang disisipkan diantara morfem. Bahasa inggris tidak memiliki infiks.
Bahasa
Tagalog yang merupakan bahasa nasional negara Pilipina, memiliki
infiks-infiks yang sangat ekstensif. Misalnya infiks –um- digunakan
untuk banyak kata kerja. Contoh:
[sulat]
‘write’
[sumulat] ‘to write’
[bili]
‘buy’
[bumili] ‘to
buy’
[kuha]
‘take,
get’
[kumuha] ‘to take, to
get’
Selain itu, bahasa Tagalog juga
memiliki infiks –in- yang digunakan untuk kelas verba pasif. Banyak
bahasa lainnya di Pilipina memiliki infiks –ar- yang digunakan untuk
nama tumbuh-tumbuhan atau pohon-pohon.
Dalam bahasa Indonesia, afiksasi
membentuk verba, adjektiva, nomina, adverbia, numeralia dan interogativa.
Selain itu, bahasa Indonesia kaya dengan jenis afiks. Bahasa Indonesia tidak
hanya memiliki prefiks, infiks dan sufiks. Tetapi juga memiliki konfiks dan
simulfiks, yaitu gabungan afiks yang terdiri dari dua unsur afiks yang
diletakkan di depan dan di belakang sebuah kata. Contoh:
Prefiks
infiks
sufiks
konfiks dan simulfiks
menulis
kinerja
bagian
keadaan
penulis
gerigi
makanan persahabatan
berlari
seruling
tiduri
pengiriman
Reduplikasi
Di
dalam reduplikasi, semua morfem digandakan (pengulangan total) atau hanya
sebagian morfem ( pengulangan parsial). Dalam bahasa Inggris, reduplikasi total
hanya terjadi secara sporadis dan itu biasanya menandai intensitas.
That’s a big, big
dog!
(big is drawn out)
Bahasa Indonesia menggunakan
reduplikasi total untuk membentuk kata benda jamak. Contoh:
[rumah]
‘house’
[rumahrumah]
‘houses’
[ibu]
‘mother’
[ibuibu]
‘mothers’
[lalat]
‘fly’
[lalatlalat]
‘flies’
Bahasa Tagalog menggunakan
reduplikasi sebagian untuk menandai keadaan yang akan datang. Contoh:
[bili]
‘buy’
[bibili]
‘will buy’
[kain]
‘eat’
[kakain]
‘will eat’
[pasok]
‘enter’
[papasok]
‘will enter’
Dalam kata sambung dengan
prefiks man (yang sering mengubah inisial konsonannya mengikuti bunyi
sengau), Tagalog menggunakan reduplikasi menunjukkan pelaku pekerjaan. Contoh:
[bili] / man + bi + bili
/
[mamimili] ‘a buyer’
[sulat] / man + su + sulat
/ [manunulat] ‘a
writer’
[’isda]
/ man + ’I + isda /
[man’i’isda] ‘a fisherman’
Dalam
bahasa Indonesia, gejala reduplikasi dapat dibagi kedalam lima bagian, yaitu:
1)
dwipurwa adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan vokal.
Contoh: lelaki, tetamu, sesama, dan pepatah.
2)
dwilingga adalah pengulangan leksem secara utuh. Contoh: rumah-rumah, ibu-ibu dan pagi-pagi.
3)
dwilingga salin suara adalah pengulangan leksem dengan variasi fonem. Contoh:
mondar-mandir, pontang-panting dan bolak-balik.
4)
dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem. Contoh: pertama-tama,
sekali-kali dan perlahan-lahan.
5)
trilingga merupakan pengulangan onomatope dengan tiga kali variasi fonem.
Contoh: cas-cis-cus dan dag-dig-dug.
Perubahan Internal Morfem
Di
samping menambahkan imbuhan pada sebuah morfem (afiksasi) atau mengulang
seluruh atau sebagian morfem (reduplikasi) untuk membedakan analisis proses
morfologi, ada juga proses morfologis yang disebut modifikasi internal morfem.
Berikut adalah beberapa contoh dalam bahasa Inggris:
1)
meskipun pola biasa dari bentuk jamak ditambahkan pada morfem infleksi,
beberapa kata dalam bahasa Inggris membuat sebuah modifikasi internal,
misalnya man tetapi men, woman tetapi women, goose tetapi
geese dan lain-lain.
2)
pola biasa dari past tense dan past participle adalah ditambahkannya sebuah
imbuhan, tetapi beberapa verba juga menunjukkan perubahan internal, seperti:
break, broke, broken
bite, bit, bitten
ring, rang, rung
sing, sang, sung.
3)
beberapa kelas kata hanya bisa berubah dengan menggunakan modifikasi
internal, seperti:
strife, strive
teeth, teethe
breath, breathe
life, live (V)
life, live (adj).
Suplesi
Bahasa yang dibentuk oleh proses
morfologis akan membentuk kata-kata yang secara normal menjadi kata yang
beraturan. Pembentukan kata-kata secara
produktif tersebut menggunakan satu atau beberapa proses yang telah
dijelaskan di atas. Tetapi, dalam proses-proses tersebut juga memiliki kelas
kata yang tidak beraturan. Hal ini disebabkan mereka menandai persamaan
analisis morfologis tersebut dengan proses lain yang berbeda. Kadang-kadang.
Perbedaan itu bisa direpresentasikan dengan dua kata yang berbeda yang tidak
memiliki banyak perbedaan sistematik dalam bentuknya. Situasi yang tidak
beraturan ini disebut suplesi dan biasanya hanya terjadi pada beberapa kata
pada sebuah bahasa. Situasi ini muncul karena ada dua kata berbeda yang
ditafsirkan memiliki arti yang sama diinterpretasikan sebagai kata yang sama.
Sebagai
contoh, dalam bahasa Inggris akhiran verba beraturan bentuk past tense dibentuk
dengan menambahkan /-† /, /-d /, or /-əd /. Kebanyakan kata-kata dalam
bahasa Inggris, begitu juga kata-kata susunan baru dalam bahasa Inggris seperti
scroosh atau blat akan mempunyai format past tense ini.
walk
/wak/
walked
/wak†/
scroosh
/skruš/
scrooshed /skruš†/
blat
/blæ†/
blatted
/blæ†əd/
Ada
juga beberapa kelas kata umum dalam bahasa Inggris bentuk past tense yang
berubah huruf vokalnya, misalnya:
sing
/sґŋ/
sang
/sæŋ/
run
/r^n/
ran
/ræŋ/
Bebrapa
kata kerja individual dalam bahasa Inggris memiliki suplesi past tense, yaitu:
I
am
/æm/
I
was
/w^z/
I
go
/go/
I
went
/wεn†/
Bahasa Arab klasik memberikan
contoh lain. Bentuk jamak yang normal untuk kata benda diakhiri dengan /-a†/
dengan memperpanjang bunyi hurufnya. Contoh:
/dira:sa†/
‘(a) study’
/dira:sa:†/ ‘studies’
/haraka†/
‘movement’
/haraka:†/ ‘movements’
Kesimpulan
(1) Ada dua fakta penting tentang cara imbuhan
melekat dengan suatu ungkapan. Pertama,
ungkapan yang diberi imbuhan yang secara normal dapat berkombinasi pada
jenis kata yang sama. Kedua, ungkapan-ungkapan yang dihasilkan dari penambahan
imbuhan pada beberapa kata atau morfem secara normal juga merupakan jenis kata
yang sama.
(2)
Struktur hirarkis kata-kata adalah dalam pembentukan kata, imbuhan-imbuhan itu
tidak terjadi bersama-sama tetapi disusun secara bertahap.
(3)
Affiks re- dan –able bisa dikombinasikan dengan morfem
berbeda pada verba reuse, tetapi tidak pada kata sifat usable yang
membentuk adjektiva reusable.
(4)
Akibat struktur internal mereka yang mungkin dianalisis lebih dari satu cara
membuat beberapa kata mempunyai makna yang lebih dari satu (ambigu).
(5)
Dalam bahasa Inggris, prefiks un- berfungsi membentuk dua kelas kata,
yaitu: kombinasi adjektiva yang membentuk adjektiva baru yang berarti ‘tidak’
dan kombinasi verba yang membentuk verba baru yang berarti ‘melakukan kembali
pekerjaan yang sebelumnya’.
(6)
Komposisi adalah kombinasi yang dibentuk dari dua kata yang berbeda. Bagian
dari kombinasi ini bisa berupa morfem bebas, kata dasar, atau gabungan lainnya.
(7)
Secara umum, dua kata yang kategorinya identik akan membuat sebuah kata majemuk
yang juga berkategori sama. Begitu juga bagian kedua dari kata majemuk akan
kelihatan mendominasi ketika kategori bagian-bagian itu berbeda.
(8)
Pada dasarnya, ada tiga afiks, yaitu: prefiks, suffiks, dan infiks.
(9) Dalam reduplikasi,
semua morfem digandakan (pengulangan total) atau hanya sebagian morfem
(pengulangan parsial). Dalam bahasa Inggris, reduplikasi total hanya terjadi
secara sporadis dan itu biasanya menandai intensitas.
(10)
Selain afiks dan reduplikasi, ada juga proses morfologi yang disebut dengan
modifikasi internal morfem.
(11)
Bahasa yang dibentuk oleh proses morfologis akan membentuk kata-kata yang
secara normal menjadi kata yang beraturan. Tetapi, dalam proses-proses tersebut
juga memiliki kelas kata yang tidak beraturan. Hal ini disebabkan mereka
menandai persamaan analisis morfologis tersebut dengan proses lain yang
berbeda.
Saran
(1) Agar tidak
menyebabkan beberapa kata mempunyai makna yang ambigu, maka seharusnya struktur
internal mereka tidak dianalisis lebih dari satu cara.
(2) Sebaiknya saat para
penulis menulis sebuah kata majemuk sebagai satu kata atau menggunakan tanda-tanda
penghubung untuk menyambung kata-katanya.
DAFTAR PUSTAKA
Sneddon,
J.N. 1996. Indonesian Reference Grammar. Australia: Allen &
Leuwin
Production.
Kridalaksana,
Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Chaer,
Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar