BAB II
PEMBAHASAN
MATERI PAI DI SMU KELAS I SEMESTER GENAP BIDANG AL-QUR’AN HADITS
1.
ISTILAH-ISTILAH HADITS
A.
Hadits
Secara bahasa (etimologi), hadits
mempunyai beberapa arti, yaitu jadid (baru), qarib (dekat) yaitu yang belum
lama terjadi.[1]
Sedangkan secara istilah
(terminologi), hadits mempunyai beberapa pengertian sebagaimana dikemukakan
oleh para ahli berikut ini
1.
Menurut
ahli hadits (muhadditsin) seperti Al-Hafidz dalam Syarah Al-Bukhari
mengemukakan, hadits adalah :
أَقوَالُهُ
صَلَّي الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ أَفْعَلُهُ وَ أَحْوَالُهُ
“Segala ucapan Nabi, segala
perbuatan beliau dan segala keadaan beliau.”
2.
Menurut
Ahli Ushul Hadits, hadits adalah :
أقواله
صلي الله عليه وسلم وأفعاله وتقاريره مما يتعلق به حكم بنا
“Segala
perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan
hukum.”
Contoh hadits menurut definisi ini
adalah sebagai berikut :
لا يقبل الله من
العمل إلا ما كان له خالصا وابتغي به وجهه (رواه ِبن ماجه)
“Allah
tidak menerima amalan, melainkan amalan yang ikhlas dan yang karena untuk
mencari keridhaan Allah.”(HR. Ibnu
Majah).
Allah
juga menggunakan kata hadits dengan arti kabar seperti dalam firmannya berikut
:
(#qè?ù'uù=sù ;]Ïpt¿2 ÿ¾Ï&Î#÷WÏiB bÎ) (#qçR%x. úüÏ%Ï»|¹ ÇÌÍÈ
Artinya :”Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal
Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.” (QS. Ath-thur :34)
Selain
pengertian di atas hadits juga memiliki dua pengertian yaitu :
1.
Pengertian
hadits yang terbatas
ما أضيف إلي النبي صلي
الله عليه وسلم قولا أو فعلا أو تقريرا أو نحوها
“ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
berupa perkatan, perbuatan, pernyataan ( taqrir).
Definisi ini memiliki 4
unsur, yakni perkataan, perbuatan, pernyatan, dan sifat-sifat, atau keadaan
nabi Muhammad SAW yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau,
tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada para sahabat dan tidak pula
tabi’in.
2.
Pengertian
secara luas dari hadits adalah bahwa hadits tidak hanya disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW tapi juga mencakup perkataan, perbuatan, atau taqrir yang
disandarkan kepada para sahabat, atau tabi’in, sehingga dalam hadits adalah
istilah marfu (yang disandarkan kepada nabi), mauquf (yang disandarkan kepada
sahabat), dan maqtu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).[2]
B.
SUNNAH
Sunnah secara bahasa yaitu
ath-thariq artinya jalan, atau Al—Manhaaj artinya cara atau metode. Kata itu
mengandung arti jalan terbentang untuk dilalui, tradisi atau adat kebiasaan
juga ketetapan, baik itu hal baik atau buruk, terpuji atau tercela.
Para ulama mendefinisikan sunnah
menurut bahasa adalah
السنة هي الطارقة أو المنهاج العادة حسنة
كانت أم سيئة
“sunnah
ialah jalan atau cara yang telah terbiasakan, baik yang terpuji maupun yang
tercela.”[3]
Pengertian tersebut berdasarkan hadits
nabi sebagai berikut :
لتتّبعنّ سنن من قبلكم شبرا بشبر وذراعا
بذراع حتّى لو دخلوا حجر الضّبّ لدخلتموه
“
Sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah (perjalanan-perjalanan) orang yang
sebelummu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga sekiiranya
mereka memasuki sarang biawak, sungguh kamu memasukinya juga.” (H.R. Muslim)
Berbeda dengan pengertian secara
bahasa, dalam Al-Qur’an, kata sunnah mengacu pada arti ketetapan atau hukum
Allah. Sebagaimana dijumpai pada firman Allah berikut :
sp¨Zß `tB ôs% $uZù=yör& n=ö6s% `ÏB $oYÎ=ß ( wur ßÅgrB $oYÏK¨YÝ¡Ï9 ¸xÈqøtrB ÇÐÐÈ
“(Yang
demikian itu)merupakan ketetapan bagi para rasul Kami yang kami utus sebelum
engkau, dan tidak akan engkau dapati perubahan atas ketetapan kami.” (QS. Al-Isra’:77).
Sunnah pada dasarnya sama dengan
hadits, namun dapat dbedakan dalam pemaknaannya, seperti diungkapkan oleh M.M
Azami bahwa sunnah berarti model kehidupan Nabi SAW, Sedangkan hadits ialah
periwayatan dari model kehidupan nabi SAW tersebut.[4]
Sunnah
terbagi 3 yaitu sunnah qauliyah, fi’liyah, dan taqririyah.
1.
Sunah
Qauliyah adalah perkataan-perkataan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syara’. Contoh hadits qauliyah ialah
sebagai berikut :
-
Hadits
tentang do’a orang yang teraniaya
دعوة المظلوم مستجابة
وان كان فاجرا ففجوره علي نفسه
.
“Do’a orang-orang yang teraniaya itu
mustajab, dan jika ia berbuat jahat (maksiat dengan zina), maka kejahatannya
jadi tanggungannya sendiri.” (H.R
Thalami dari Abi Hurairah).
2.
Sunnah
Fi’liyah ialah segala bentuk perbuatan yang disandarkan pada nabi Muhammad SAW,
Dengan kata lain, sunnah berupa perbuatan atau gerakan nabi Muhammad SAW.
Perbuatan itu menjadi rujukan atau pedoman perilaku para sahabat pada masa itu
dan menjadi keharusan bagi ummat islam untuk mengikuti dan meneladaninya.
Berikut ini beberapa contoh hadits fi’liyah
a.
Hadits
tentang tata cara shalat
صلّوا كما رأيتموني
أصلّي
“Kerjakanlah shalat seperti kamu
melihat bagaimana aku mengerjakannya.” (H.R
Bukhari Muslim)
b.
Hadits
tentang tata cara manasik haji
خذوا عنّي منا سككم
“Ambillah manasik (tata cara
melaksanakan haji) kamu dariku.”
(H.R Muslim dari Jabir).
Kualitas sunnah
fi’liyah menduduki kedudukan kedua setelah sunnah qauliyah. Untuk mengetahui hadits
yang termasuk kategori ini, diantaranya terdapat kata-kata kana/yakunu (كان-يكون ) atau
ra’aitu/ra’aina (رأينا/رأيت).
3.
Sunnah
Taqririyah
Taqrir ialah :
a.
Membenarkan
(tidak mengingkari) sesuatu yang diperbuat oleh seseorang sahabat (orang yang
mengikuti syara’) dihadapan Nabi, atau diberitakan kepada beliau, lalu beliau
tidak menyanggah, atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa beliau
meridhainya.
Sunnah taqririyah merupakan
ketetapan nabi Muhammad SAW, terhadap apa yang datang atau dilakukan para
sahabatnya. Beliau membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan
para sahabatnya tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau
menyalahkannya. Sikap nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para
sahabatnya sebagai dalil taqriri yang dapat yang dijadikan hujjah atau memiliki
kekuatan hukum untuk menetapkan suatu ketentuan syara’.
Berikut
ini contoh tentang hadits taqririyah :
-
Hadits
tentang daging dab (sejenis biawak)
Dijelaskan dalam suatu riwayat bahwa
pada suatu hari Nabi Muhammad SAW. Disuguhi makanan, diantaranya daging dab
(sejenis biawak). Beliaw tidak memakannya sehingga Khalid bin Walid bertanya,
apakah daging dab itu haram ya Rasulullah ?” beliau menjawab
لا، ولكنّه ليس في أرض قومى كلوا فإنّه
حلال، قال خالد فاجتررته فأكلته ورسول الله صلّى الله عليه وسلّم ينظر إليّ (متفق عليه)
“Tidak,
tetapi binatang itu tidak terdapat di kaum ku. Makan lah, sesungguhnya dia
halal” Maka Khalid berkata, “Sesungguhnya aku memotongnya dan memakannya ,
Sedang Rasulullah melihatku”.(HR.Bukhari dan Muslum).[5]
C.
KHABAR
Secara bahasa (etimologi) kabar
berarti warta atau berita.[6]
Maksudnya adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
Sedang menurut ulama ahli hadits, khabar adalah:
كلّ
ماأضيف إلي النّبيّ صليّ الله عليه وسلّم أو غيره من أصحابه
“Segala
sesuatu yang disandarkan atau yang
berasal dari Nabi Muhammad SAW. Para sahabat, maupun dari tabiin.”
Ulama lain berpendapat bahwa khabar
hanya dimaksudkan sebagai berita yang diterima dari Nabi Muhammad SAW. Orang
yang menyampaikan atau meriwayatkan peristiwa sejarah disebut khabari atau
akhbary, sebagaimana orang yang meriwayatkan hadits disebut muhaddis.
Ada pula yang berpendapat bahwa
khabar itu sama dengan hadits, yaitu keduanya berasal dari Nabi Muhammad SAW. Sedangkan
atsar adalah dari sahabat, maka dari itu ada timbul hadits marfu’, hadits
mauquf atau hadits maqthu.
D.
ATSAR
Atsar secara bahasa berarti bekas
atau sisa dari sesuatu, dan juga berarti nukilan atau yang dinukilkan. Secara
istilah menurut jumhur (mayoritas) ulama, pengertian atsar sama dengan kabar
dan hadits. Maka dari itu, ahli hadits dinamai dengan atsary. Para fukaha (ahli
fikih) memakai perkataan atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat,
tabi’in, dan lain-lain. sebagaimana dicontohkan pada perkataan Ubaidillah ibn
Uthbah ibn Mas’ud sebagai berikut:
السنّة أن يكبّر الإمام يوم الفطر ويوم
الأضحى يجلس علي المنبر قبل الخطبة تسع تكبيرات (رواه البيهقي)
“Menurut
sunnah, hendaklah imam bertakbir pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
sebanyak Sembilan kali takbir ketika duduk di atas mimbar sebekum berkhutbah.” (H.R Baihaqi)
Dalam kalangan ulama ahli fikih,
perkataan Ubaidillah tersebut dimasukkan ke dalam makna atsar, bukan sebagai
khabar, apalagi sebagai hadits, sebab Ubaidillah adlah seorang tabi’in. Sebagian
ulama mengatakan bahwa atsar lebih umum daripada khabar.[7]
E.
HADITS QUDSI
Kata Qudsi berarti suci atau bersih,
oleh karena itu, hadits qudsi diartika hadits Allah karena sesuai dengan sfat
Allah yang maha Suci dan bersih.[8]
Hadits Qudsi adalah segala hadits yang berpautan dengan zat Allah dan
sifat-sifat-Nya, selain dari itu, tidak. Contoh hadits qudsi :
قال الله تعالي: كلّ عمل ابن أدم له إلاّ
الصوم فإنّه لي وأنا أجري به والصّيام جنة، فإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث ولا يصخب
فإن سابّه أحد أو قاتله، فليقل : إنّي صائم
“ Allah SWT berfirman: seluruh amal anak Adam
untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku. Aku akan memberikan
balasannya. Puasa itu perisai. Apabila seseorang kamu berpuasa, janganlah dia
memaki-maki, mengeluarkan kata-kata keji dan jangan dia berhiruk pikuk. Jika
dia dicarut oleh seseorang atau dibunuh (hendak dibunuh, hendaklah dia katakan,
saya berpuasa).” (H.R Al-Bukhari
dan Muslim)[9]
2.
SANAD DAN MATAN HADITS
Sanad dan Matan
merupakan dua unsur pokok yang harus ada paada setiap hadits, antara keduanya
sama-sama memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan.[10]
A.
Sanad
Sanad merupakan
unsur pertama dalam hadits. Secara bahasa (etimologi), sanad yang berasal dari
bahasa Arab mempunyai beberapa arti diantaranya ialah jalan, yang menjadi
sandaran atau tempat bersandar. Secara istilah, sanad didefinisikan sebagai
berikut:
السّند هو الطّريق
الموصل إلي المطن
“silsilah orang-orang yang menghubungkan kepada matan hadits.”
Yang dimaksud
silsilah orang-orang adalah sususnan atau rangkaian orang-orang yang
menyampaikan materi hadits, dan juga disebut sebagai jalan yang menyampaikan
kita kepada matan atau isi hadits. Contoh sanad ialah :
Telah
memberitakan kepadaku Muhammad bin Al-Mutsanna, ujarnya Abdul Wahab
Ats-tsaqafi telah mengabarkan kepadaku, ujarnya, telah bercerita kepadaku Ayyub
atas pemberitaan Abi Qilabah dari Anas dari Nabi Muhammad SAW, sabdanya:
“Tiga perkara yang barang siapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan
iman, yakni……………………”
Sanad merupakan neraca
untuk menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadits. Andaikata salah satu nama
dalam sanad itu ada yang fasik atau yang tertuduh dusta, maka dhaiflah hadits
itu, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.
B.
Matan
Matan adalah
unsur kedua dr hadits. Secara bahasa matan mempunyai beberapa arti yaitu :
1.
Mengikat
2.
Jauh
3.
Punggung
jalan (muka jalan), tanah yang keras dan tinggi.
Matan secara istilah artinya adalah
berita yang berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapan Nabi Muhammad SAW, yang
terletak sesudah sanad. Sedangkan Ath-Thibi memberikan pengertian matan hadits
sebagai berikut : “lafal-lafal hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna
tertentu.”
Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa matan adalah sabda Nabi Muhammad SAW, isi atau materi atau
kandungan, atau lafal hadits itu sendiri yang terletak setelah sanad dan
sebelum rawi.[11]
3.
FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
A.
Kedudukan Hadits dalam Hubungannya dengan Al-Qur’an
1.
Dalil
Al-Qur’an
Rukun iman ada 6, dan
salah satunya ialah iman kepada rasul Allah. Umat islam diperintahkan untuk
beriman kepada rasul-Nya, sekaligus juga harus menaati segala bentuk
perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya. Tuntutan taat dan patuh kepada
Rasul Allah ini sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada Allah swt.
Allah berfirman sebagai berikut:
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Artinya
:”apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.”[12]
2.
Dalil
Hadits
Kedudukan hadits selain
dapat dilihat dari ayat-ayat tersebut di atas juga dapat dilihat dari
hadits-hadits Nabi Muhammad SAW berikut ini:
لقد تركت فيكم أمرين
لن تضلّوا ما إن تمسّكتم بهما كتاب الله وسنّة ورسوله
“Sungguh telah aku tinggalkan untukmu dua perkara, kamu tidak
akan sesat selama kamu berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an)
dan Sunnah Rasul-Nya.” (H.R Malik)
عليكم بسنّتي وسنة
خلفاء الراشدين بعدي
“Kalian harus berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin (para khilafah yang mendapat petunjuk),
berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.”(H.R
Abu Dawud)
3.
Ijma’
Telah terjadi
kesepakatan di antara umat islam untuk menjadikan hadits sebagai salah satu
dasar hukum beramal. Penerimaan mereka terhdap hadits sama seperti penerimaan
mereka terhadap Al-Qur’an, yaitu bahwa keduanya dijadikan sebagai sumber hukum
dan ajaran dalam islam.
Tidak ada yang
mengingkari diantara mereka bahawa kesepakatan ulama dan umat islam dalam mempercayai,
menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits,
berlaku sepanjang masa. Banyak diantara mereka yang bukna hanya memahami dan
mengamalkan isi kandungannya, namun lebih dari itu mereka juga menghafal,
mentadwin, memelihara, dan menyebar luaskan kepada generasi-generasi
berikutnya.
Diantara peristiwa yang
menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum dan
ajaran dalam islam:
-
Saat
Umar berada di depan hajar aswad, ia berkata : “ saya tahu bahwa engkau
hanyalah batu, seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak
akan menciummu.”
4.
Adanya
Kesesuaian dengan Pertimbangan Akal
Kerasulan nabi Muhammas
SAW sudah dibenarkan dan diyakini oleh seluruh umat islam. Hal ini menunjukkan
adanya pengakuan umat islam bahwa nabi Muhammad SAW itu membawa misi untuk
memelihara dan menyampaikan amanat yang diberikan Allah swt dari sisi akidah, Allah
swt menjadikan kerasulan itu sebagai salah satu prinsip keimanan.
Allah swt menurunkan
Al-Qur’an agar dapat difahami dan diamalkan oleh manusia. Tetapi, karena yang
termuat dalam Al-Qur’an banyak yang sifatnya sangat umum maka dari itu
Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan isi kandungan Ayat-Ayat Al-Qur’an
sekaligus menjelaskan dan mencontohkan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada
manusia melalui hadits-haditsnya.
B.
Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an
Fungsi hadits sebagai bayan :
1.
Menurut
Ahlu Ra’yi ada 3 yaitu :
-Bayan taqrir
-Bayan tafsir
-Bayan tafdil
2.
Menurut
Imam Malik ada 5 yaitu :
-Bayan taqrir
-Bayan taudlih (tafsir)
-Bayan tafsil
-Bayan Basthy
-Bayan tasyri’
3.
Menurut
Imam Syafi’I ada 5 yaitu :
-Bayan tafsil
-Bayan takhsis
-Bayan tasyri’
-Bayan Nasakh
4.
Menurut
Ahmad bin Hambal ada 4 yaitu :
-Bayan ta’kid
-Bayan tafsir
-Bayan tasyri’
-Bayan takhsis dan taqyid[13]
4.
PEMBAGIAN HADITS
A.
Hadits Ditinjau dari Segi Kuantitasnya
Berdasarkan
pendapat para ulama, ditinjau dari kuantitas (jumlah rawi), hadits dibagi 2 yaitu :
1.
Hadits Mutawattir
Mutawattir menurut
bahasa adalah muttabi’ artinya yang datang berturut-turut dengan tidak ada
jaraknya.[14]
Menurut istilah ialah hadits tentang sesuatu yang disampaikan oleh sejumlah
besar perawi, materinya bersifat inderawi, yang menurut pertimbangan rasio
mereka tidak mungkin berkumpuil untuk mendustakannya.
Suatu hadits baru dapat
dikataka mutawattir bila memenuhi 3 syarat yaitu :
a.
Rawi-rawi
haditsnya terdiri dari orang banyak.
b.
Rawi
yang banyak itu meriwayatkan dari rawi yang banyak pula, mulai dari permulaan
sampai pada akhir sanadnya.
c.
Sandaran
akhir (hadits yang diriwayat) dari rawi-rawi itu sesuatu yang inderawi
(diterima melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan
perasa).[15]
2.
Hadits Ahad
Menurut bahasa ahad
atau wahid artinya satu. Kabar ahad atau wahid maksudnya adalah suatu berita
yang disampaikan satu orang. Menurut istilah, hadits ahad adalah hadits yang
tidak memenuhi syarat mutawattir.[16]
Hadits ahad dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Hadits Masyhur adalah hadits yang disampaikan oleh orang banyak,
tetapi jumlahnya tidak sebanyak perawi hadits mutawattir.[17]
b. Hadits
Ghairu Masyhur ialah hadits yang perawinya terdiri dari 1 atau 2 orang.
B.
Hadits Ditinjau dari Segi Kualitasnya
Ditinjau dari segi kualitas, hadits dibagi menjadi 3 yaitu:
1.
Hadits Shahih
Secara bahasa sahih
artinya sehat,[18]
yang benar, atau sempurna. Secara istilah, hadis sahih adalah hadis yang
disandarkan kepada Nabi Muhmmad SAW, sanadnya bersambung, diriwayatkan perawi
yang adil dan dabit, diterima dari perawi yang adil dan dabit hingga akhir
sanad tidak ada kejanggalan dan tidak cacat.
Hadits sahih terbagi menjadi 2 yaitu;
a.
Sahih
lidzatih: hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits sahih
b.
Sahih
lighairih: hadits yang keadaan rawi-rawinya kurang hafid dan dhabit, tetapi
mereka masih terkenal orang-orang yang jujur, hingga kedudukannya menjadi
hadits hasan
2.
Hadits Hasan
Secara bahasa, hadits hasan berarti hadits yang baik, secara
istilah hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan perawi yang adil, kurang
kuat kedabitannya, sanadnya bersambung, tidak mengandung ilat dan tidak syaz.
Hadits hasan dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Hasan
lidzatih yakni memenuhi syarat-syarat hadits hasan
b.
Hadits
hasan ligairihi yaitu hadits yang pada asalnya tidak hasan(dha’if) kemudian
meningkat menjadi hasan karena ad sesuatu yang mendukungnya.
3.
Hadits Dha’if
Secara bahasa dha’if artinya lemah. Secara istilah hadits dha’if
adalah hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits sahih dan
hadits hasan.
C.
Hadits Ditinjau dari Matan, Rawi dan Sanad
Ditinjau dari matan, rawi, dan sanadnya hadits terbagi 2 yaitu:
1.
Hadits Maqbul : yaitu
hadits yang dapat dijadikan sumber hukum, contoh:mutawwatir, sahih, hasan.
Hadits maqbul dapat dijadikan hujjah dan dapat diamalkan. Hadits maqbul yang
demikian itu disebut denga hadits maqbul ma’mulun bih. Disamping itu ada pila
hadits maqbul yang tidak dapat diamalkan dan hadits ini disebut dengan hadits
maqbul gairu ma’mulun bih.
2.
Hadits Mardud
Hadits mardud ialah hadits yang tidak dapat dijadikan sumber hukum.
Contoh:
a.
Dha’if
: Hadits yang tidak bersambung sanadnya.
b.
Mauquf
: Yaitu segala sesuatu yang berasal dari para sahabat
c.
Munqati’;
Yaitu hadits yang salah seorang perawinya tidak disebutkan namanya[19]
5.
IKHLAS DALAM IBADAH
a.
Surat
Al-an’am ayat 162-163
ö@è% ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ w y7ΰ ¼çms9 ( y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ
Terjemahan
Ayat :
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada
sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
Kandungan
Ayat :
1.
Ayat ini biasanya dibaca
sebagai doa iftitah ketika mengerjakan shalat pada rakaat pertama.
2.
Ayat ini adalah penyerahan diri
dengan penuh kerendahan serta kepasrahan dalam upaya mendapatkan keridhaan
Allah atau mengabdi kepada Allah swt, tanpa pamrih.
3.
Berikrar dengan penuh
kesadaran bahwa hanya betuhan kepada Allah swt dan tiada sekutunya, serta
beribadah, beramal, shalat, hidup, dan mati hanyalah untuk Allah swt.
4.
Senantiasa melaksanakan
perintah-perintah Allah sepanjang hidup dan menjauhi larangan-Nya.
b.
Surat
Al-Bayyinah ayat5
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsur ß`Ï ÏpyJÍhs)ø9$# ÇÎÈ
Terjemahan Ayat :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian Itulah agama yang lurus.
Kandungan
Ayat :
1.
Makhluk Allah, khususnya
manusia tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah, yaitu senantiasa ingat
Allah swt. baik diwaktu berdiri, duduk, maupun berbaring.
2.
Menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, yakni dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat
kemusyrikan. Sifat musyrik antara lain :
a.
Menyembah kepada selain Allah
swt.
b.
Memohon berkah kepada sesuatu
yang dianggap keramat
c.
Mendatangi dan mempercayai tukang
sihir (dukun), dll
3.
Kesesatan merupakan salah
satu bentuk ketidak ikhlasan dalam beribadah diantaranya tidak mau mendengarkan
ayat-ayat Allah serta berpaling dari-Nya
4.
Melalui keikhlasan dalam
beribadah, manusia senantiasa diproses dan dilatih untuk selalu ingat kepada
segala perintahnya dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.[20]
DAFTAR PUSTAKA
Suparta, Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2008.
M. Agus Solahudin M.Ag, Agus Suryadi
Lc. M.Ag, Ulumul Hadis, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
Amin M.Ag, Prof. Dr. H.
Muhammadiyah, Ilmu Hadis, Gorontalo, Sultan Amai Press, 2008.
Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu
Ushul Hadis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006.
Sahrani, Sohari. Ulumul Hadis, Bogor,
Ghalia Indonesia, 2010.
Tim Putra Nugraha, Fitrah
Al-Qur’an Hadis, Surakarta, Putra Nugraha, 2007.
[1]
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008),
h.1.
[2]
Tim Putra Nugraha, Fitrah Al-Qur’an Hadis, (Surakarta : Putra Nugraha,
2007), h. 4
[3]
Munzier Suparta, Op.Cit, h.4
[4]
Solahudin, Muhammad. Agus Suryadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka
Setia, 2008), h.19.
[5]
Tim Putra Nugraha, Fitrah Al-Qur’an Hadis, (Surakarta : Putra Nugraha,
2007), h.6-10.
[6]
Amin, H. Muhammadiyah, Ilmu Hadis, (Gorontalo : Sultan Amai Press,
2008), h.4.
[7]
Op.Cit, h. 10-11.
[8]
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2006), h. 47
[9]
Op.Cit, h. 11.
[10]
Sahrani, Sohari. Ulumul Hadis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 129.
[11]
Op.Cit, h. 18-21.
[12]
Amin, H. Muhammadiyah, h. 11.
[13]
Op.Cit, h. 29-30
[14]
Sahrani, Sohari, h. 83.
[15]
Muhammad Alawi Al-Maliki, h. 89.
[16]
M.Agus Solahudin, Agus Suryadi, h.133.
[17]
Tim Putra Nugraha, Fitrah Al-Qur’an Hadis, (Surakarta : Putra Nugraha,
2007), h. 44
[18]
Op. Cit, h. 141.
[19]
Op. Cit, h. 45-47.
[20]
Ibid, h.52-54.
Play Blackjack at a Casino! - Microgaming - Microgaming
BalasHapusA classic card game is a communitykhabar thrilling and engaging goyangfc.com blackjack game at Microgaming. This titanium metal trim fun 토토 game febcasino is now available for your device!