BAB I
PENDAHULUAN
Agama merupakan salah satu aspek yang paling penting daripada
aspek-aspek budaya yang dipelajari oleh para ilmuan. Agama sangat penting bukan
saja yang dijumpai pada setiap masyarakat yang sudah diketahui, tetapi juga
karena penting saling mempengaruhi antara lembaga budaya yang satu dan yang
lain. Di dalam agama itu dijumpai ungkapan materi budaya dalam tabiat manusia
serta dalam sistem nilai, moral dan etika, agama itu saling mempengaruhi dengann
sistem organisasi kekeluargaan, perkawinan, ekonomi, hukum dan politik. Aagama
juga memasuki lapangan pengobatan, sains dan teknologi, serta agama itu telah
memberikan inspirasi untuk memberontak dan melakukan peperangan dan terutama
telah memperindah dan memperluas karya seni.
BAB II
PEMBAHASAN
KONVERSI AGAMA
Agama merupakan alat, perantara bagi setiap penganutnya untuk
menuju hal yang satu, yaitu tuhannya.[1] Melalui
agama seseorang bisa menjadi orang yang baik dalam hidupnya, karena hidupnya
teratur melalui agama yang dianutnya. Namun, tidak jarang orang yang berpindah
keyakinan dari agama yang semula diyakininya ke agama lain.
A. Pengertian Konversi Agama
Konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti:
tobat, pindah, dan berubah (agama). Dalam bahasa Inggris Conversion yang
berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain.
Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama
mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap
ajaran agama atau masuk ke dalam agama.[2]
Pengertian
konversi agama menurut terminologi. Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama
adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau
berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengann
kepercayaan sebelumnya. [3]
Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau
perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam
sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Konversi agama menunjukkan bahwa suatu
perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah SWT secara
mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan
mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.[4]
B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Konversi Agama
Sesungguhnya
untuk menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya
konversi agama memang tidak mudah, berbagai ahli berbeda pendapat dalam
menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi, namun demikian ada beberapa
faktor yang tampaknya dan terdapat dalam setiap peristiwa konversi agama,
antara lain:
1.
Pertentangan
Batin (konflik jiwa) dan Ketegangan Perasaan
Orang-orang
yang gelisah, yang di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, yang
kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi persoalan itu. Diantaranya ia
merasa tidak mampu mematuhi nilai-nilai moral dan agama dalam hidupnya. Ia tahu
bahwa yang salah itu salah, akan tetapi ia tidak mampu menghindarkan dirinya
dari berbuat salah itu, dan ia tahu mana yang benar, akan tetapi tidak mampu
berbuat. Itu lah sebabnya, kadang kita mendenganr seorang penjahat besar,
pencuri, perampok dan pelanggar susila memberi nasehat, seakan-akan ia yang
betul-betul baik. Orang-orang itu kadang-kadang sadar bahwa dalam dirinya
sedang berkecamuk aneka persoalan yang tak dapat dihadapinya.
Disamping
itu sering pula terasa ketegangan batin yang memukul jiwa, merasa tidak
tentram, gelisah, tertekan dan dan kadang-kadang menjadi kebingungan tidak
tentu apa yang akan dilakukan. Dalam kepanikan atau kegoncangan jiwa itulah
kadang-kadang orang dengan tiba-tiba terangsang melihat orang yang sembahyang,
atau mendenganr uraian agama yang seolah-olah tepat menjadi penyelesai dari
problema yang dihadapinya. Dalam keadaan bingug haus akan ketentraman batin terdenganr
azan subuh mengalun di udara, hatinya merasa tertarik , ingin mrasa tentram,
merasa di ampuni dan dirangkul oleh kasih sayang allah SWT. Demikiannya pula
halnya Umar bin Khatab yang sedang diombang-ambingkan oleh konflik jiwa, karena
ingin menguasai semua orang, tetapi adik perempuannya sendiri telah memilih
jalan yang berlawanan dengan kemauannya, dalam puncak kegelisahan itu didengarnya
ayat-ayat yang seolah-olah menegur dirinya sendiri ”Al-Qur’an bukan untuk
menyusahkan, tetapi peringatan” dan seterusnya.
2.
Pengaruh
hubungan dengan tradisi
Konversi
agama bisa terjadi dalam sekejap mata. Namun tidak ada peristiwa konversi agama
yang tidak ada mempunyai riwayat. Diantara faktor-faktor penting dalam riwayat
konversi adalah: pengalaman-pengalaman yang mempengaruhinya, sehingga terjadi
konversi tersebut. Diantara pengaruh yang terpenting adalah pendidikan orang
tua diwaktu kecil. Memang orang-orang yang mengalami konversi itu, acuh tak
acuh, bahkan menentang agama pada hidupnya menjelang konversi itu terjadi,
namun jika dipelajari riwayat hidupnya sejak kecil, akan dapatlah misalnya ibu/bapaknya
orang yang kuat beragama.
Jika
kita analisa, sebab pendidikan dan suasana keluarga diwaktu kecil itu
berpengaruh besar terhadap diri seseorang, yang kemudian terjadi padanya
konversi agama, adalah keadaan mengalami ketegangan dan konflik batin itu
sangat berat mau tidak mau pengalaman waktu kecil akan teringat dan
membayang-bayang secara tidak sadar dalam dirinya, dekat dengan orang tua dalam
suasana yang tenang aman dan damai. Keadaan inilah yang dalam
peristiwa-peristiwa tertentu menyebabkan konversi tiba-tiba terjadi.
Sebenarnya
pendidikan orang tua diwaktu kecil bukan lah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi jiwa orang-orang yang gelisah dan acuh tak acuhkepada agama itu.
Tetapi faktor yang tidak sedikit dalam hal ini, lembaga-lembagakeagamaan,
mesji-mejid atau gereja-gereja. Aktifitas lembaga keagamaan mempunyai pengaruh
besar terutama aktifitas-aktifitas sosial. Anak-anak yang pada waktu kecilnya
sering pergi kemesjid, surau dan lnggar, dimana banyak pula teman-teman
sebayanya yang sama-sama mendaatkan pendidikan dari lembaga-lembaga tersebut
dan sama-sama mendapat pelajaran , sama-sama belajar mengaji, acara khatam
Al-Qur’an,ikut didikan subuh, ikut membagikan zakat fitrah, daging korban dan
sebagainya. Kebiasaan yang dialami waktu kecil melalui bimbingan
lembaga-lembaga keaagamaan itu termasuk salah satu faktor penting yang
menyebabkan terjadinya konversi agama jika pada umur dewasa ia kemudian menjadi
acuh tak acuh pada agama dan mengalami konflik, ketegangan batin yang tidak
teratasi.
3.
Ajakan/Seruan
Dan Sugesti
Banyak pula terbukti bahwa diantara
peristiwa konversi agama terjadi karena sugesti dan bujukan dari luar. Kendati
pun sugesti dan bujukan dari luar itu pada mulanya dangkal saja, atau tidak
mendalam, tidak sampai keperubahan kepribadian, namun jika orang yang mengalami
konversi itu dapat merasakan kelegaan dan ketentraman batin dalam keyakinan
yang baru, maka lama kelamaan akan masuklah keyakinan itu kedalam
kepribadiannya.
Orang-orang yang gelisah, yang
sedang mengalami kegoncangan batin akan sangat mudah menerima sugesti atau
bujukan-bujukan karena orang yang sedang gelisah atau jiwanya terguncang ingin
segera terlepas dari penderitaannya, baik penderitaan itu disebabkan oleh
keadaan ekonomi, sosial, rumah tangga, pribadi atau moral. Bujukan atau sugesti
yang membawa harapan akan terlepas dari kesengsaraan batin itu akan segera
diikutinya. Memang ajakan itu tidak kekal, tetapi dapat diperkuat sedikit demi
sedikit dengan pembuktian bahwa ketegangannya itu makin brkurang dan berganti dengann ketentraman batin, dalam
keyakinan yang baru. Inilah barangkali salah satu hikmah terpenting dari ajaran
islam, yang memasukkan orang muallaf, dalam katagori orang-orang yang mendapat
pertolongan dan perhatian, serta termasuk salah satu golongan orang yang boleh
menerima zakat.
Karena itu maka dakwah atau seruan
agama yang ditunjukkan kepada orang-orang yang berdosa, acuh tak acuh pada
agama atau orang yang menentang agama, yang sedang mengalami konflik dan
ketegangan batin, hndaklah bersifat mendorong dan membawanya kepada ketentraman
batin. Jangan sempai mereka digelisahkan, ditakut-takuti dengann dosa, neraka
dan kemarahan Tuhan. Ajakan yang disertai ancaman atau menakut-nakuti tidak
akan membawa kepada pertumbuhan keyakinan baru, bahkan akan menjadi pudarnya
keyakinan yang telah mulai tumbuh itu. Karena kegeliahannya yang semula tidak
hilang, bahkan bertambah pula dengann pemikiran tentang dosadan kemarahan Tuhan
yang di jelaskan oleh juru dakwah tersebut.
Itulah sebabnya, ada sebagian
pemimpin dan penganjur agama yang tidak segan-segan mendatagi orang-orang yang
mulai goyah keyakinannya karena penderitaannya, mereka datang membawa nasehat,
bujukan dan hadiah-hadiah yang menarik, yang akan menambah terikatnya hati
orang-orang yang gelisah tadi kepadanya.
Bantuan-bantuan moral dan material
serta kesempatan-kesempatan untuk mengungkapkan dosa (kesalahan yang pernah ia
perbuat), diberikan dengan penuh perhatian dan kasih sayang, oleh pemuka-pemuka
agama tersebut, akan membuat hati yang bingung dan gelisah tadi, tentram dan
tertarik kepadanya.
4.
Faktor-Faktor
Emosi
Dalam
penelitian George A. Coe terhadap orang-orang yang mengalami peristiwa konversi
agama lebih banyak terjadi pada orang-orang yang dikuasai oleh emosinya. Orang
yang emosional lebih mudah mendorongnya untuk bertindak, biasanya mereka sangat
tajam (ekstrem) apabila melihat suatu yang menyenangkan perasaannya, sesuatu
itu akan dipujinya setinggi langit, tetapi sebaliknya mereka akan menghantam
habis-habisan orang yang berbeda pendapat dengannnya. Orang-orang yang demikian
kadang-kadang bersikeras membela kesalahan yang dibuatnya, walau ia tahu bahwa
yang dibuatnya itu salah. Namun ia tidak mampu menghindarinya.
Orang
yang emosional (lebih sensitive atau banyak dikuasai oleh emosinya), mudah terkena
sugesti, apabila ia sedang mengalami kegelisahan. Secara lahir emosi tampaknya
tidak terlalu banyak berpengaruh, namun dapat dibuktikan bahwa ia salah satu
faktor yang ikut mendorong terjadinya
konversi agama.
Umur
remaja, terkenal dengan masa kegoncangan emosi, maka konversi agama sering
terjadi pada remaja-remaja tersebut, seperti yang telah ditemukan oleh
G.Stanley Hall dalam penelitinnya terhadap mahasiswa- mahasiswa. Bahwa pada
masa inilah yang paling peka dan membawa konversi agama. Kemudian Star buck
mengemukakan pula bahwa umur yang menonjol bagi konversi agama pada laki-laki
adalah 16 tahun 4 bulan dan pada wanita 14 tahun 8 bulan.[5]
5.
Kemauan
Kemauan juga merupakan peranan penting dalam konversi agama.
Terbukti bahwa peristiwa konversi itu terjadi sebagai hasil dari perjuangan
batin yang ingin mengalami konversi. hal ini dapat di ikuti dari riwayat hidup
Imam Al Ghazali yang mengalami sendiri bahwa pekerjaan dan buku–buku yang dulu
di karangnya bukanlah dari keyakinan, tapi datang dari keinginan untuk mencari
nama dan pangkat. Pada intinya konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis
ataupun secara mendadak tanpa suatu proses.[6]
C.
Proses
Konversi Agama
Konversi
agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi ini
bisa diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah bangunan, bangunan lama
dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan yang baru yang bentuknya
berbeda sama sekali dari bangunan sebelumnya.
Demikian
juga seseorang atau sekelompok yang mengalami konversi agama ini. Segala bentuk
kehidupan batinnya yang semula mempunyai
pola tersendiri berdasarkan pandangan hidup yang di anutnya (agama), maka setelah
terjadi konversi agama dalam dirinya secara spontan pula agama yang terdahulu
ditinggalkan sama sekali. Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan
lama seperti: harap, rasa bahagia, keselamatan, kemantapan berubah menjadi
berlawanan arah. Timbulah gejala-gejala baru berupa perasaan tidak lengkap dan
tidak sempurna. Gejala ini menimbulkan proses kejiwaan dalam bentuk: merenung,
timbulnya tekanan batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap masa
depan, perasaan susah yang ditimbulkan oleh kebimbangan.
Perasaan
yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk
mengatasi kesulitan tersebut harus
dicari jalan penyalurannya. Umumnya apabila gejala tersebut sudah dialami oleh
seseorang atau sekelompok orang maka dirinya menjadi lemah dan pasrah ataupun
timbul semacam peledakan perasaan untuk menghindarkan diri dari pertentangan
batin itu. Ketenangan batin akan terjadi dengan sendirinya yang bersangkutan
telah mampu memilih pandangan hidup yang barudalam kehidupan selanjutnya.
Sebagai
hasil dari pemilihanya terhadap pandangan hidup itu maka bersedia membuktikan
diri kepada tuntutan-tuntutan dari peraturan ada dalam pandangan hidup yang
dipilihnya itu berupa ikut berpartisipasi secara penuh. Makin kuat keyakinannya
terhadap kebenaran pandangan hidup itu akan semakin tinggi pula nilai bakti
yang diberikannya. M.T.L. Penido berpendapat bahwa konversi agama mengandung
dua unsur:
1.
Unsur
dari dalam diri, yaitu proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang atau
sekelompok. Konversi yang terjadi dalam batin membentuk suatu kesadaran untuk
mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang tejadi dan keputusan
yag diambil seseorang berdasarkan
pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang
beriaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengann
proses tersebut muncul pula struktur psikologis yang baru yang dipilih.
2.
Unsur
dari luar , yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri atau kelompok
sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau sekelompok yang bersangkutan.
Kekuatanyang datang dari luar ini kemudian menekan pengaruhya terhadap
kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh
yang bersangkutan.
Kedua
unsur tersebut kemudian mempengaruhi kehidupan batin untuk aktif berperan
memilih penyelaian yang mampu memberikan ketenangan batin kepada yang
bersangkutan. Jadi disini terlihat adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut
terhdap batin. Jika pemilihan tersebut sudah serasi dengan kehendak batin maka
akan terciptalah suatu ketenangan. Seiring dengan timbulnya ketenangan batin
tersebut terjadilah semacam perubahan total dalam struktur psikologis sehingga
struktur lama terhapus dan diganti dengan yang baru sebagai hasil pilihan yang
dianggap baik dan benar. Sebagai pertimbangannya akan muncul motivasi baru
untuk merealisasikan kebenaran itu dalam bentuk tindakan atau perbuatan yang
positif.
Jika
proses konversi itu diteliti dengan seksama maka baik hal itu terjadi oleh
unsur luar ataupun unsur dalam, terhadap individu ataupun kelompok maka akan
ditemui persamaan.
Perubahan
yang terjadi terhadap pentahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses secara umum yang dikemukakan oleh Dr. Zakiah
Drajad yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap
a.
Masa
tenang
Disaat
ini kondisi jiwa seseorang berada keadaan tenang karena masalah agama belum
mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan
yang demikian dengann sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya,
hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tentram.
b.
Masa
ketidak tenangan
Tahap
ini berlangsung jika masalah agama telah
mempengaruhi batinnya. Mungkin dikarenakan suatu krisis, musibah ataupun
perasaan berdosa yang dialaminya. Hal ini menimbulkan suatu kegoncangan dalam
kehidupan batinnya sehingga mengakibatkan mengakibatkan terjadi kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk : rasa gelisah,
panik, putus asa, ragu dan bimbang. Perasaan seperti itu menyebabkan orang menjadi
lebih sensitif. Pada tahap ini terjadi terjadi proses pemilihan terhadap idea atau
kepercayaan baru untuk mengatasi konflik batinnya.
c.
Masa
konversi
Tahap
ketiga ini terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan
batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang
dianggap serasi ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memeberikan makna
dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah
ketenangan dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai
petunjuk Ilahi. Karena disaat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas
suatu perubahan sikap kepercayaan yang bertentangan dengann sikap kepercayaan
yang sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama.
d.
Masa
tenang dan tentram
Masa
tenang dan tentram yang kedua ini berbeda dengann tahap sebelumnya. Jika dalam
tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap acuh tak acuh, maka ketenangan
dan ketentraman dalam tahap ketiga ini ditimbulkan oleh keputusan yang sudah
diambil. Ia timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap
sebagai pernyataan menerima konsep baru.
e.
Masa
Ekspresi konversi
Sebagai
ungkapan dari sikap menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang
diyakninya tadi, maka tidak tunduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran
dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan ajaran dalam bentuk amal
perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama
itu dalam kehidupan.[7]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Konversi berasal dari kata “Conversio” yang berarti: tobat,
pindah, dan berobah (agama). Dalam bahasa Inggris Conversion yang
berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama keagama lain.
Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama
mengandung pengertian: bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap
ajaran agama atau masuk ke dalam agama.
Konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau
sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau prilaku
yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya. Konversi agama yang dimaksudkan
memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri:
1. Adanya perubahan arah pandangan dan
keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2. Perubahan yang terjadi dipengaruhi
kondisi kejiwaan sehingga perubahan secara berproses atau secara mendadak.
3. Perubahan tersebut bukan hanya
berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain, tetapi
juga termasuk perubahan pendangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Zakiah
daradjad. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta:
PT Bulan Bintang, 2005.
Jalaludin.
Psikologi Agama, Jakarta, Raja Grafindo, 1997.
Harold Coward. Pluralisme
Tantangan Bagi Agama-Agama, Yogyakarta, Kanisius, 1989.
http://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama
Ramayulis. Psikologi Agama.
Jakarta, Kalam Mulia, 2007.
[1] Harold
Coward, Pluralisme Tantangan Bagi Agama-Agama, (Yogyakarta, Kanisius,
1989), h. 170.
[3] Jalaludin,Psikologi
agama, (Jakarta:Raja Grafindo, 1997), h.245-246.
[4] Zakiah
daradjad, Ilmu jiwa agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005) h.160.
[5] .
Opcit, h. 184-190
[6]Ramayulis.
Psikologi Agama. (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), h.71.
[7] .
Opcit, h. 251-255
Tidak ada komentar:
Posting Komentar